Ihwal Kunjungan ke Israel, MUI Belum Perlu Keluarkan Fatwa Haram
"Jadi kalau kita melarang ke Israel itu harus ada alasannya. Jadi harus memerlukan alasan yang tepat. Ya kan itu yang harusnya melarang negara, bukan MUI," kata KH Ma'ruf Amin.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin menilai, pihaknya belum perlu mengeluarkan fatwa haram untuk mengunjungi Israel, lantaran tidak adanya hubungan diplomatik antara Indonesia dengan negara zionis tersebut.
"Selama ini kita menganggap belum perlu, karena itu kan urusannya ada urusan soal diplomatik, bukan urusan keagamaan ya," kata Kiai Ma'ruf Amin, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Sabtu (16/6/2018).
Menurut Pengasuh Pesantren Syaikh Nawawi Tanara Banten ini, MUI perlu melakukan kajian yang panjang untuk membahas persoalan tersebut. Pasalnya, hingga saat ini belum ada kriteria pas dan mendukung terbitnya fatwa haram mengunjungi Israel.
"Jadi kalau kita melarang ke Israel itu harus ada alasannya. Jadi harus memerlukan alasan yang tepat. Ya kan itu yang harusnya melarang negara, bukan MUI," ujar Rais Am Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ini.
Lebih jauh, Kiai Ma'ruf Amin pun belum dapat menyimpulkan terkait polemik kunjungan Katib Am Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf ke Israel. Sebab, Rais Am PBNU itu belum berbicara langsung dengan Gus Yahya.
"Secara umum dia ada undangan ke Israel, saya kira begitu. Kalau saya memang kurang sependapat untuk ke Israel, wong kita tidak ada hubungan diplomatik," ujarnya.
Seperti diketahui, usulan fatwa haram mengunjungi Israel mencuat dari Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah yang menilai perlu adanya fatwa haram bagi muslim Indonesia yang berkunjung ke Israel. Fahri mengusulkan itu menyusul polemik lawatan Gus Yahya, yang merupakan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Kenapa Ribut
Sebelumnya, dalam catatan ngopibareng.id, KH Ma'ruf Amin menjelaskan, tugas MUI adalah melayani umat. Termasuk, umat yang ada di dalam partai politik, karena di dalamnya ada umat Islam, termasuk pemerintah.
KH Ma'ruf Amin pun menyinggung soal kedekatannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Yakni, ketika dirinya dekat dengan Jokowi ada pihak-pihak yang ribut, padahal sebagai bagian dari MUI, ia sedang melaksanakan tugasnya.
"Saya dekat Jokowi saja pada ribut, padahal sebagai mitra saya harus menyampaikan tugas kepada siapa pun termasuk pemerintah yang merupakan mitra MUI," tegasnya.
Menurutnya, dalam rangka melayani umat, MUI juga bertugas menjaga akidah umat dari akidah-akidah yang rusak sehingga ada fatwa dan landasan bahwa yang sesat dan dilaporkan ke pihak berwajib jika ditemukan ada yang hal yang menyimpang.
"Tugas MUI juga membangun karakter bangsa sehingga melalui media sosial MUI juga bertugas meluruskan segala hal yang melenceng dari karakter bangsa yang baik," tegasnya.
Nabi, dicontohkan selalu bersikap santun dan jika bersikap kasar maka semua akan lari. Katakan kepada firaun hai Musa dan Harun hal yang santun.
"Nasihatilah semua yang baik, apalagi ke Presiden, masak ngomongnya tidak santun," tuturnya.
MUI, dijelaskannya juga bertugas menyatukan umat karena bermacam-macam hal. "Ada hal di dalam umat menimbulkan perbedaan yang dinamakan ijtihad dan perbedaan itu harus diterima dan tidak mungkin menghilangkan perbedaan," katanya lagi.
Ajaran Islam bukan liberalis bahkan ada yang menyatakan jika kitab boleh diamandemen. "Kita tidak begitu karena kita Moderat, dinamis dan tidak statis," tegasnya.(adi)