Ihwal Gempa dan Tsunami, Ini Fiqih Bencana Muhammadiyah
PP Muhammadiyah membuat rumusan Fiqih Bencana yang sangat tepat bagaimana kita sebagai umat Islam melihat bencana. Ada yang mengaitkan dengan politik, ada juga yang menyebutkan laknat Tuhan. Benarkah Demikian?
Berikut catatan Irfan Amalee, menulis “Kita Diuji Bencana, Malah Sibuk Menafsir Bencana”:
Fiqih kebencanaan merupakan panduan kita untuk MEMANDANG dan MENYIKAPI bencana sesuai dengan semangat Quran dan hadits. Cara memandang terbagi kepada dua yaitu teologis dan sosiologis. Sedangkan cara menyikapi terbagi kepada tiga yaitu etis, antisipatif dan teknis.
Cara memandang bencana secara telogis:
Allah Maha Kasih & Sayang (rahmah) dan Maha Baik (QS. 6:54), maka apapun yang diberikan manusia selalu baik dan penuh kasih
Begitu sebaliknya, manusia yang memahami dengan baik “hakikat” bencana akan mempersepsibencana sebagai sebuah kebaikan (QS. 16:30); menjadi sarana meningkatkan kualitas iman.
Bencana bukan merupakan bentuk amarah dan ketidakadilan Allah kepada manusia;
Sebaliknya bencana merupakan bentuk kebaikan dan kasih sayang (rahmah) Allah kepada manusia, yakni sebagai media untuk introspeksi seluruh perbuatan manusia yang mendatangkan peristiwa yang merugikan manusia itu sendiri.
Cara memandang bencana secara sosiologis:
1. Memahami peran manusia terhadap alam sebagai khalifah, menjaga kelestarian relasi dengan alam dan sesama manusia.
2. Memiliki vision (wawasan): Interspatial vision: Muslim harus mengetahui dan memahami apa yang berlaku di tempat lain, baik dalam arti perbedaan kota, negara atau kawasan, Intertemporal vision: Muslim harus memiliki perencanaan yang kuat terhadap apa yang akan dia lakukan dalam rangka mengumpulkan bekal untuk hari depan
Cara menyikapi bencana secara etis:
1. Sabar: menyikapi bencana dengan 3 cara: Hati: memahami bahwa seluruh peristiwa adalah kehendak Allah, 2. Lisan: tarji’,
2. Perbuatan: usaha untuk menuju kebaikan setelah bencana terjadi; dan usaha membuat kebaikan-kebaikan jauh sebelum musibah keburukan terjadi.
3. Syukur: menyikapi bencana dengan positive thinking & action akan kebaikan di balik setiap peristiwa.
Cara menyikapi bencana secara preventif:
Mitigasi dan Kesiapsiagaan terhadap Bencana (QS. Yusuf: 47-49). 1. Tanggap darurat: menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia, mengurangi penderitaan korban bencana, dan meminimalkan kerugian material (QS. Al-Maidah: 32), Recovery, Rehabilitasi: perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik sampai tingkat yang memadai, Rekonstruksi: pembangunan kembali semua prasarana dan sarana.
Cara menyikapi bencana secara teknis:
Mitigasi& kesiapsiagaan
Tanggap darurat
Recovery
Pemenuhan Hak Korban
Teknis Ibadah pada Saat Bencana
Penanganan Penyalahgunaan Bantuan
Jika kita bekerja keras fokus menerapkan fiqih bencana ini maka tak ada waktu lagi untuk menafsir bencana dan dengan cocokologi.
Jepang selalu menjadi contoh praktik baik untuk implementasi fiqih bencana ini. Meski mereka tak mengenal fiqih bencana, mereka adalah negara yang serius mengajar anak-anaknya untuk siaga bencana. Bukan hanya secara teknis, tapi etis. Saya terkesan saat membaca sebuah artikel tenang bagaimana para pengungsi tetap rapi dan antri saat menerima bantuan pangan. Bahkan di situasi darurat seperti itu, mereka masih sempat itsar (mendahulukan orang lain).
Demikianlah, bencana datang dengan wajah yang netral. Sikap kita lah yang menentukan apakah itu jadi rahmah atau musibah. (adi)
Catatan:
Video di atas dokumentasi program Sekolah CERDAS (Ceria, Damai, Siaga Bencana) Program yang diinisasi oleh Peace Gen Indonesia bekerjasama dengan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dan didukung oleh Lazismu Pusat. Pada tahun 2017 program ini membantu 20 sekolah di Jawa Tengah untuk menjadi sekolah yang aman siaga dari bencana alam dan sosial (konflik dan kekerasan). tahun 2018 Sekolah Cerdas berlanjut di 5 provinsi menargetkan 100 sekolah.