Ide Mahasiswa Unusa Ubah Pisang Reject Jadi Produk Bernilai Jual
Senyum tersungging di bibir Amin Tohari tatkala mendapatkan solusi dari masalah yang tiga tahun terakhir ia hadapi. Solusi tersebut hadir ketika mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama (Unusa) melakukan KKN di desanya, yakni Desa Kedamean, Gresik, Jawa Timur.
Petani pisang jenis cavendish ini selalu membuang pisang dengan grade paling rendah, karena tak laku di pasaran. Pisang-pisang tersebut bukannya tak layak makan, melainkan penampilan luarnya tak sempurna.
"Pisang itukan ada grade A, B sampai C paling bawah. Yang grade C ini biasanya gak laku kerena kulitnya tidak bagus, kulitnya hijau dan ada bintik-bintik hitamnya," kata pria berusia 55 tahun ini.
Selama ini, pisang dengan grade paling rendah selalu ia bagikan ke tenggangga atau dibiarkan saja di kebun. Hingga saat mahasiswa KKN Unusa datang dan memberikan solusi atas masalah tersebut.
Mahasiswa KKN kelompok 24 Unusa memberikan ide untuk mengolah pisang grade rendah menjadi keripik pisang siap makan lalu diberi label 'Keripike'. Tak hanya memberikan ide, para mahasiswa juga mengajarkan proses produksi, membantu pengemasan hingga pemasaran nantinya. "Ya, Alhamdulilah, senang sekarang sudah ada solusinya untuk pisang reject yang tidak laku dijual. Ke depan saya ingin terus didampingi untuk proses pemasarannya," ungkap Amin, Kamis, 4 Agustus 2022.
Penanggung jawab KKN Unusa kelompok 24, Tiara Indrawati Sumarno mengatakan, ia dan kelompoknya menemukan masalah yang dihadapi Amin ketika melakukan survei pada warga Desa Kedamean.
"Waktu saya melakukan survei, bertanya tentang UMKM desa ini. Pak Amin cerita tentang pisang rejectnya yang banyak dibuang. Akhirnya kami diskusikan dengan kelompok dan mengusulkan membuat keripik pisang," ujar mahasiswa jurusan Kesehatan Masyarakat ini.
Tiara biasa ia disapa menceritakan, berbekal melihat video YouTube tentang pembuatan keripik pisang. Ia dan kelompoknya langsung melakukan praktik pembuatan. Setelah percobaan kedua baru ditemukan resep yang pas. "Pertama gagalnya karena warnanya kurang cantik saat digoreng, jadi gosong. Akhirnya kita tambahkan pewarna makanan sedikit sebelum digoreng dan jadi keripik pisang yang saat ini bisa dinikmati warga," ceritanya.
Mengenai proses pembuatan, Tiara menjelaskan, tahap awal ialah mengupas pisang dan merendamnya di air agar bersih. Setelahnya pisang dipotong tipis-tipis dengan mesin pemotong khusus, lalu direndam di air garam. Terakhir diberi sedikit pewarna makanan sebelum digoreng. "Setelah proses tersebut tinggal digoreng saja," imbuhnya.
Menurut Tiara, biaya produksi tidaklah banyak hanya Rp20 ribu untuk satu kali produksi. "Satu kali produksi bisa jadi satu kilo keripik. Karena memang hanya butuh, minyak dan pewarna makanan saja, juga sedikit gula halus," ujarnya.
Untuk diketahui, 5 kilogram pisang reject bisa menghasilkan 1 kilogram keripik pisang. Selama dua minggu para mahasiswa KKN Unusa sudah berhasil membuat 5 kilogram keripik pisang, dan sudah dijual dengan harga Rp 50 ribu perkilogramnya.
"Rencanannya kami akan mendampingi Pak Amin untuk label halal dan proses pemasaran melalui market place," tandasnya.
Advertisement