ICW: Kinerja KPK 2020 Merosot
Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kinerja penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2020 merosot dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Penilaian kinerja penindakan tahun 2020 itu juga bertepatan dengan satu tahun Ketua KPK dijabat Firli Bahuri. "Penindakan KPK sudah jelas merosot tajam," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam Evaluasi Satu Tahun KPK secara tertulis, Minggu 27 Desember 2020.
Kesimpulan menurunnya kinerja penindakan itu diperoleh dari menurunnya jumlah penyidikan, penuntutan, dan eksekusi yang dilakukan KPK sepanjang 2020.
Kurnia menuturkan, berdasarkan data ICW, KPK hanya melakukan 91 penyidikan, 75 penuntutan, dan 108 eksekusi selama 2020. Sementara, pada 2019, KPK melakukan 145 penyidikan, 153 penuntutan, dan 136 eksekusi putusan.
Selain itu, Kurnia juga menyebut angka operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 2020 merupakan yang terendah sejak 2015.
Pada tahun ini, KPK baru melakukan 7 OTT dibandingkan 17 OTT pada 2016, 19 OTT pada 2017, 30 OTT pada 2018, dan 21 OTT pada 2019.
"Itu pun satu tangkap tangan masih menjadi problem hari ini karena pelakunya tak kunjung dapat diringkus oleh KPK," kata Kurnia merujuk pada eks caleg PDI-P Harun Masiku yang tak kunjung ditangkap.
Mengenai Harun, Kurnia menyebut kegagalan KPK menangkap para buronan juga menjadi indikasi menurunnya kinerja penindakan. Sebab, selama ini KPK dikenal sebagai lembaga yang mampu menangkap para buron dengan cepat.
"Kita bisa berkaca pada kasus Nazaruddin, 77 hari di Kolombia tetap bisa ditangkap oleh KPK," ujar Kurnia.
Tunggakan Kasus Besar KPK
Tak hanya lesunya kegiatan penindakan, Kurnia juga menyoroti tunggakan sejumlah kasus besar yang tak tersentuh oleh KPK selama satu tahun terakhir.
Menurut dia, setidaknya ada empat kasus yang dapat ditindaklanjuti oleh KPK karena telah sampai pada proses persidangan.
Kasus pertama adalah kasus korupsi e-KTP yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,3 triliun di mana terdapat sejumlah politisi lain yang diduga terlibat dalam kasus ini.
Menurut Kurnia, KPK seharusnya dapat mengembangkan kasus tersebut karena dakwaan dua pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto, menyebut nama-nama politikus tersebut. "Di sana disebutkan spesifik namanya siapa, dugaan penerimaannya berapa, harusnya itu bisa ditindaklanjuti oleh KPK," kata Kurnia.
Di samping itu, KPK juga belum menerapkan pasal pencucian uang terhadap mantan Ketua DPR Setya Novanto yang telah dinyatakan bersalah dalam kasus ini.
KPK juga diminta segera menuntaskan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia dengan terdakwa Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim yang kini berstatus buron. "Ada perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia,kerugian negaranya Rp 4,58 triliun dan ini pun tindak lanjutnya kita tidak tahu seperti apa," ujar Kurnia.
Dua kasus lainnya adalah kasus proyek Hambalang dan kasus Bank Century.
Selain menuntaskan perkara-perkara warisan dari periode sebelumnya, KPK juga didorong untuk berani mengambil alih kasus dugaan suap terkait pelarian Djoko Tjandra, tidak sekadar melakukan supervisi.
"Dalam konteks Djoko Tjandra, poin kami bukan pada supervisi tapi KPK harus mengambil alih perkara tersebut karena perkaranya perkara yang besar, yang kedua melibatkan aparat penegak hukum," katanya.
Menanggapi itu, Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan KPK menghargai penilaian ICW atas kinerja KPK. "Pada akhir tahun 2020 ini akan kami sampaikan secara utuh kinerja KPK selama setahun. Dan saat itu tentu akan disampaikan data terkait capaian hasil kerja KPK tersebut," kata Ali.
Advertisement