Ibnu Abbas, Kiblat Keilmuan Islam
Bagi kaum santri, menuntut ilmu tak akan berhenti sepanjang hidup. Bukan semata-mata bergerak di bidang pendidikan, namun pada bidang apa pun seseorang harus terus-menerus belajar.
KH Abdul Ghofur Maimoen, Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang, mempunyai pengalaman membina para santrinya hingga berprestasi. Berikut ulasannya:
Ibnu Abbas, salah satu kiblat keilmuan Islam. Ia lahir tiga tahun sebelum Hijrah Rasul. Lalu, tahun kedelepan Hijriyah, menjelang Fath Makkah, ia hijrah bersama kedua orang tuanya. Di Madinah, ia berguru kepada Baginda Rasul saw. selama tigapuluh bulan, kira-kira pada umur 11 hingga 13-14 tahun.
Ayahnya, Abbas bin Abdul Muththalib, adalah satu di antara dua pamannya yang memeluk agama yang dibawa oleh Kanjeng Nabi. Satunya lagi adalah Hamzah, akan tetapi ia sudah gugur di medan laga Perang Uhud. Ada satu lagi yang oleh sebagian kalangan diduga atau mungkin diyakini telah masuk Islam, yakni Abu Thalib. Ia sengaja menyembunyikan keislamannya demi kemanan keponakannya, Baginda Rasul. Yang ini juga telah gugur bahkan sejak masih di Makkah.
Karena itu, hormat dan kasih sayang Baginda Rasul saw. kepada Pamannya, Abbas, dan putranya, Abdullah sangat besar. Sejatinya, kasih sayangnya kepada Abbas bukan semata karena pertalian darah ini, akan tetapi tampaknya juga karena ketekunannya dalam berkhidmah dan belajar serta karena kecerdasannya. Jalinan mahaguru yang hebat dengan murid yang limpat adalah anugerah yang luar biasa.
Suatu hari, Rasulullah sedang berada di rumah Sayyidah Maimunah, istrinya. Ibn Abbas menyiapkan air wudhu untuk ibadah malam hari. Sayyidah Maimunah melapor kepada Baginda Rasul, "Yang menyiapkan ini adalah Ibn Abbas."
"Wahai Allah, pintarkan dia dalam agama dan ajarkan takwil kepadanya," doa Baginda Rasul saw. untuk Ibn Abbas.
Pada satu kesempatan lain, ia mendatangi Baginda Rasul saw. di penghujung malam, lalu salat di belakangnya. Baginda Rasul memegang tangannya dan menarik dia hingga berada di sampinya. Setelah Rasulullah saw. benar-benar bertawajjuh dalam salatnya, ia mundur ke belakang.
"Ada apa dengan diriku, aku jadikan engkau berada di sampingku, akan tetapi engkau kemudian mundur?" kata Baginda Rasul selesai salat.
"Apakah pantas bagi seorang manapun untuk salat di samping jenengan, sementara jenengan adalah utusan Allah yang telah banyak memberi jenengan (banyak anugerah)?" jawab Ibn Abbas.
"Beliau" kata Ibn Abbas "senang dengan diriku, lalu berdoa kepada Allah agar menambahkan kepadaku ilmu dan kefahaman."
***
Catatan Gus Ghofur:
Ahad kemarin, santri-santri PGMI (Pendidikan Guru Madrasah ibtidaiyah) kami di Stai Al-Anwar ikut lomba debat dalam Festival Nasional PGMI di UINSA Surabaya. Alhamdulillah, juara 1 dan juara 3. Mereka tentu saja bukan Ibn Abbas, tapi semoga dapat meneruskan spirit Ibn Abbas.
"Terima kasih dan selamat untuk semuanya," tulis Gus Ghofur di akun facebooknya.