Ibadah Sosial Lebih Utama, Hidup pun Jadi Indah
Hidup itu indah
Hidup ini akan terasa damai dan indah manakala manusia saling membantu, saling menjaga, saling menghormati, saling berbaik sangka, saling menyayangi dan berkontestasi untuk meraih kebaikan.
Kesalingan yang indah itu hanya dapat dicapai bila tidak ada dominasi satu atas yang lain dan bila setiap orang/golongan tidak merasa diri lebih unggul dari yang lain.
Demikian pesan-pesan indah KH Husein Muhammad. Berikut uraian yang serba menarik dari Pengasuh Pesantren Dar-el Quran, Cirebon yang sabahat karib KH Abdurrahman Wahid ini.
Ibadah Sosial Lebih Utama
Imam al-Ghazali, filsuf dan sufi besar, dalam bukunya Al-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk mengatakan :
لا تَحْتَقِرْ اِنْتِظَارَ اَرْبَابِ الْحَوَائِجِ وَوُقُوفَهُمْ بِبَابِكَ. وَمَتَى كَانَ لِاَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ اِلَيْكَ حَاجَةٌ فَلَا تَشْتَغِلْ عَنْ قَضَائِهَا بِنَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ فَإِنَّ قَضَاءَ حَوَائِجِ الْمُسْلِمِينَ اَفْضَلُ مِنْ نَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ
Jangan kau remehkan orang-orang yang menungggu di depan rumahmu yang memerlukan bantuanmu. Jika seseorang meminta bantuanmu, tak sepatutnya kau menyibukkan diri dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah. Memenuhi hajat hidup seseorang lebih utama daripada mengerjakan ibadah nafilah (yang dianjurkan).
Kaedah fiqh menyebutkan :
العمل المتعدی افضل من العمل القاصر
Amal, perbuatan yang memberikan manfaat yang menyebar lebih utama daripada amal yang untuk diri sendiri.
Orang yang Berpikir Mengambil Hikmah atas Segala Sesuatu
(Suatu siang, di kediaman KH Husein Muhammad kehadiran tamu alumni santri. Di antara mereka ada yang sudah jadi muballigh, da'i. Lalu berlangsung dialog hangat dan menarik).
Orang yang tak berpikir menilai sesuatu atau orang dari aspek cap atau nama/ identitas primordialnya. Misalnya agamanya, sukunya, kulitnya, barat atau timur, dll. Kalau ada pandangan atau pendapat dalam suatu masalah, ia akan menanyakan "Ini dari siapa? Agamanya apa?. Dari barat atau timur?.
Sedangkan orang yang berakal/berpikir menilai dari aspek isinya, misalnya mutunya bagus atau tidak, perilakunya santun atau kasar, kualitasnya, kecerdasannya, manfaatnya dll, dari manapun, beragama apapun, negara manapun, timur atau barat. Dst.
Imam Al Ghazali dalam bukunya "Al Tibr al Masbuk fi Nashihah al Muluk", mengatakan:
العاقل من نظر ارواح الاشياء وحقاءقها ولا يغتر بصورها
"Orang yang berakal menilai segala sesuatu dari esensinya. Tidak terpaku/tertipu oleh rupa/kulitnya".
Pengetahuan yang esensial sering disebut "Hikmah". "Hikmah" secara singkat dimaknai ulama sebagai "pengetahuan yang tinggi yang bermanfaat bagi kehidupan manusia". Atau Kearifan atau kebijaksanaan.
Imam al Sakhawi, seorang sejarawan dan ulama dibidang hadis, tafsir dan sastra. Ia mengatakan :
خُذِ الْحِكْمَةَ وَلَا يَضُرُّكَ مِنْ أَيِّ وِعَاءٍ خَرَجَتْ .( الحافظ السخاوي في المقاصد الحسنة ).
“Ambillah hikmah, tak akan merugikanmu, darimana pun ia lahir”. (“al-Maqashid al-Hasanah”).
اﻟﻜﻠﻤﺔ اﻟﺤﻜﻤﺔ ﺿﺎﻟﺔ اﻟﻤﺆﻣﻦ، ﻓﺤﻴﺚ ﻭﺟﺪﻫﺎ ﻓﻬﻮ ﺃﺣﻖ ﺑﻬﺎ
“Kata-kata hikmah (bijak) itu adalah barang hilang milik orang beriman, dimanapun dia menemukannya, maka dia lebih berhak mengambilnya.“
Teks tidak Bicara
النصوص لا تنطق وانما هى رموز وايات .فالناس يقرؤونها وفق مصالحهم ووفق افهامهم
Teks-teks itu tidak bicara sendiri. Ia sesungguhnya adalah rumus, kode atau tanda. Manusia membacanya/memaknainya sesuai dengan kepentingan dan pemahamannya masing-masing.
Maka perbedaan akal pikiran dan produknya adalah wajar dan manusiawi. Yang tidak patut, dan tidak boleh adalah saling mencaci, merendahkan, menghina, mengobarkan kekerasan, permusuhan dan menguasai. Karena ini semua akan menghancurkan diri sendiri.
Demikian catatan unik KH Husein Muhammad. Semoga bermanfaat.