Ibadah Kurban, Begini Pesan Moral Menurut Ahli Hadits (2)
Dengan adanya ibadah kurban, sirnalah tradisi Jahiliyyah di atas. Pakar ilmu hadits Prof. KH Ali Mustafa Yaqub, almaghfurlah, menulis tentang "Idul Adha: Membunuh Kepentingan Pribadi" (dimuat dalam buku "Haji Pengabdi Setan" , Jakarta, Pustaka Firdaus, 2015). Berikut bagian kedua dan trkahir ulasan pakar yang pernah Imam Besar Istiqlal Jakarta:
Selain simbol keloyalitasan dan ketauhidan, Kiai Ali juga menjelaskan bahwa anak dan istri merupakan ‘hiasan kehidupan dunia’ yang mana Allah tegaskan dalam Al-Qur’an:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.” (QS. Al-Kahfi 46)
Juga dalam Surat al-Anfal ayat 28 Allah menegaskan:
وَاعْلَمُوا أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.” (QS al-Anfal 46)
"Bila pesan-pesan moral itu tidak dapat diserap, khawatir selama ini kita hanya mengumandangkan kalimat takbir, shalat berjamaah Idul Adha di masjid hingga membludak, namun dalam keseharian kita tak dapat mengimplementasikannya."
Dari peristiwa Nabi Ibrahim kita dapat menyimpulkan bahwa beliau telah berhasil mendahulukan kepentingan Allah ﷻ dibanding dirinya sendiri.
Sehingga wajar jika peristiwa tersebut dijadikan syari’at Islam, yaitu agar umat Islam dapat menangkap pesan moral dan hikmah di balik ibadah kurban.
Ketika penyembelihan hewan kurban, orang-orang di sekelilingnya dianjurkan untuk bertakbir. Dalam takbir ada makna yang tersirat, Kiai Ali memberi makna Allahu Akbar bukan sebagai ucapan semata, melainkan adalah mengagungkan Allah dengan mendahulukan perintah-perintahNya, mengagungkan Allah dan memperhatikan rumahNya atas rumah kita sendiri.
Kiai Ali Mustafa mengajak kita untuk merenungi, apakah kita selama ini sudah bertakbir? Mengagungkan namaNya? Memakmurkan rumahNya dengan shalat berjamaah di dalamnya? Atau selama ini takbir kita hanya sebuah ucapan formalitas yang sering dikumandangkan dalam acara rutinitas saja.
Di bagian terakhir, Kiai Ali mengajak pembaca untuk menangkap makna yang dalam dari ibadah kurban sebagaimana di atas, jangan sampai hari raya Idul Adha dijadikan rutinitas setahun sekali saja. Hendaknya kita meneladani Nabi Ibrahim yang mampu mendahulukan kepentingan Allah dari kepentingan pribadi.
Bila pesan-pesan moral itu tidak dapat diserap, khawatir selama ini kita hanya mengumandangkan kalimat takbir, shalat berjamaah Idul Adha di masjid hingga membludak, namun dalam keseharian kita tak dapat mengimplementasikannya.
Namun sebaliknya, jika makna kurban, takbir, serta Idul Adha dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka kita dapat merasakan ketakwaan kepadaNya bukan hanya di masjid saja, namun juga di rumah-rumah, kantor kerja, tempat-tempat umum dan lain-lain.
Advertisement