Ibadah Itu Melayani Manusia, Renungan Indah Kaum Sufi
Ada realitas kontradiktif di kalangan kaum beragama Islam di Indonesia. Ada yang tampak khusyuk sujud, tapi ada juga yang tampak garang dan suka caci maki.
Bagaimana menjelaskan hal ini. KH Husein Muhammad, ulama yang dikenal aktivis dari Cirebon menyampaikan sedikit renungan:
Dalam kurun waktu sekitar dua atau tiga dekade kita menyaksikan kehidupan beragama di negeri ini sarat dan marak dengan ritual-ritual personal. Tempat-tempat menyepi bersama Tuhan (khalwah) dibangun di mana-mana dalam ekspresi yang megah dan ramai dikunjungi masyarakat.
Mereka tampil dengan performa yang berkesan saleh dan banyak sujud. Tetapi bersamaan dengan itu, tiap hari kita menyaksikan dan mendengar hingar-bingar dan hiruk-pikuk caci-maki, kemarahan dan celoteh yang melukai hati orang.
Nah. Aku tak mengerti fenomena kontradiktif ini. Bagaimana mungkin agama hadir dalam dua wajah teduh dan muram?.
Saban malam minggu, kecuali kemarin, aku membaca karya Imam al-Ghazali, filsuf dan sufi besar: Al-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk. Di situ ia mengatakan:
لا تَحْتَقِرْ اِنْتِظَارَ اَرْبَابِ الْحَوَائِجِ وَوُقُوفَهُمْ بِبَابِكَ. وَمَتَى كَانَ لِاَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ اِلَيْكَ حَاجَةٌ فَلَا تَشْتَغِلْ عَنْ قَضَائِهَا بِنَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ فَإِنَّ قَضَاءَ حَوَائِجِ الْمُسْلِمِينَ اَفْضَلُ مِنْ نَوَافِلِ اْلعِبَادَاتِ
Jangan kau remehkan orang-orang yang menungggu di depan rumahmu yang memerlukan bantuanmu. Jika seseorang meminta bantuanmu, tak sepatutnya engkau menyibukkan diri dengan mengerjakan ibadah-ibadah sunnah. Memenuhi hajat hidup seseorang lebih utama daripada mengerjakan ibadah sunnah (suatu pengabdian kepada Allah yang selalu dilakukan Nabi).
Seirama dengan Imam al-Ghazali, Sa'di Syirazi, sufi, filsuf dan sastrawan besar Persia, dalam Nahj al-'Asyiqih, jalan para perindu, mengatakan:
أَنَّ الْعَارِفَ اَوْ الصُّوفِى هُوَ الَّذِى يَخْدُمُ النَّاسَ, لاَ الَّذِى يَخْتَار الْعُزْلَةَ وَالْاِعْتِكَافَ.
Seorang bijakbestari atau sufi adalah dia yang melayani manusia, bukan yang memilih menyepi dan berdiam di masjid.
Dalam narasi lain tetapi senada ia mengatakan:
لَيْسَتِ الْعِبَادَةُ سِوَى خِدْمَةِ النَّاسِ
لَيْسَتْ بِالتَّسْبِيحِ وَالسَّجَادَةِ وَارْتِدَآءِ الدَّلِق
أَبْقَ أَنْتَ عَلَى عَرْشِ سُلْطَانَتِكَ
بِأَخْلَاقٍ طاهِرَةٍ وَكُنْ دَرْوِيشاً
Pengabdian kepada Tuhan
Adalah pelayanan kepada manusia
Bukan hanya dan semata memutar biji tasbih
Menggelar sajadah dan menyandang kain sorban
Duduklah kau di atas singgasana kekuasaan
Dengan etika yang bersih
Jadilah kau seorang Darwisy
Sesudah membaca ini, hati dan pikiranku terganggu. Gelisah dan gundah gulana. Aku ingin melakukan permenungan.
Aku pikir Gus Dur menapaki jalan hidup ini.
20.12.2020 (HM)
*) Keterangan foto:
Ini peristiwa masa lalu, pada hari dan bulan ini. Usai menyampaikan "celoteh" dalam perbincangan menarik tentang Islam dan Gender, dalam komunitas intelektual, aku dikerubungi para gadis cantik, imut-imut dan para mahasiswa ganteng-ganteng. Dan ini sering. Bagaimana tidak bahagia- HM