Ibadah Haji, Perkuat Rasa Kemanusiaan dan Cinta Damai
Pengasuh Pondok Pesantren Entrepreneur Purwakarta, KH Ahmad Syafii Mufid menjelaskan, ibadah haji merupakan ibadah yang menyaratkan ketahanan fisik yang kuat. Kekuatan fisik dan mental jamaah akan diuji selama beberapa hari ke depan untuk melakukan rangkaian ibadah haji.
"Oleh karena itu, persiapan fisik memang sangat penting untuk dipersiapkan oleh jamaah haji selama menjalankan ibadah kelima dalam rukun Islam ini," tutur kiai yang pakar lingkungan hidup.
Menurut Kiai Syafii Mufid hal itu yang membuat ibadah haji ‘spesial’. Sebab selain membutuhkan kemauan seperti halnya ibadah lain, ibadah haji haji memerlukan sejumlah kesiapan termasuk fisik, finansial dan perbekalan yang cukup.
KH Ahmad Syafii menjelaskan, kekhususan ibadah haji ini secara tersirat sudah ditekankan dalam Al-Qur’an dengan kata man istatho’a atau ‘jika mampu’. Sehingga, ibadah ini hanya ‘wajib dilaksanakan bagi mereka yang mampu’. Kata ‘mampu’ di dalam persyaratan ibadah haji ini, di antaranya merujuk pada kemampuan fisik, mental dan kemampuan finansial.
Selain itu, diperlukan niat dan usaha yang sungguh-sungguh untuk melakukan ibadah haji. Karena menurutnya, seseorang yang memiliki uang banyak belum tentu dia itu rela mengeluarkan uang untuk berangkat haji. Demikian pula, seseorang yang sehat juga belum tentu dia mau meluangkan waktunya untuk beribadah haji karena sayang waktunya kalau nggak digunakan untuk bisnis dan seterusnya.
“Maka dari itu usaha yang sungguh-sungguh yang semacam itu bisa kita masukkan dalam kategori jihad untuk melawan hawa nafsu sejak berniat menggunakan pakaian ihram. Secara singkat ibadah haji itu memiliki makna jihad bagi para pelakunya, dia berangkat menunaikan ibadah haji itu berjihad untuk melawan hawa nafsunya yang mana mau mengeluarkan uangnya, mau menggunakan waktunya untuk ibadah haji. Nah itu jihad,” kata KH Ahmad Syafii di Jakarta.
Ibadah Haji juga memiliki makna persatuan antaraumat Islam yang dalam. Sebab dalam perjalanannya, seluruh umat Islam dari berbagai wilayah di atas muka bumi berkumpul di kota Makkah untuk menunaikan ibadah haji ini.
“Seumur hidup sekali, orang datang dari berbagai macam penjuru dunia, dari berbagai macam etnis dan ras, serta berbagai macam mazhab ke suatu tempat untuk melakukan ibadah haji. Di sana terjadi apa yang disebut ‘Muktamar Muslimin’ dari seluruh dunia, dalam rangka membangun kebersamaan,” terangnya.
Maka dari itu, lanjutnya, seharusnya, ibadah haji melahirkan rasa keharmonisan, perdamaian dan persatuan antarumat Islam, antarumat manusia dan terutama antarsesama anak bangsa. Perasaan ini, lanjut dia, seharusnya melahirkan semangat untuk menjaga keharmonisan, termasuk dengan menolak kekerasan yang ditimbulkan oleh ide-ide terorisme yang tengah berkembang.
“Kalau yang demikian itu bisa direnungkan, maka nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, adil dan beradab bisa dihayati, maka tentu saja tidak mudah terbujuk oleh pikiran ataupun kegiatan radikalisme. Nah itu yang mesti harus kita pahami, renungkan dan perlu dipersiapkan oleh semua yang melakukan ibadah haji,” katanya.
Saat ini suasana kota Makkah semakin ramai, karena jemaah calon haji Indonesia gelombang pertama sudah mulai meninggalkan Kota Madinah menuju Makkah untuk melaksanakan wukuf di Arafah pada Sabtu 10 Agustus 2019 setelah pemerintah Arab Saudi memutuskan tanggal 1 Dzulhijjah 1440 H jatuh pada 2 Agustus 2019. (adi)