Masyarakat Korban Rokok Desak Pemerintah Syahkan Revisi Perda KTR
Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) bersama Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Aliansi Masyarakat Korban Rokok Indonesia (AMKRI, dan Muslimat NU mendesak Pemkot Surabaya untuk segera mengesahkan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Ketua IAKMI, dr Santi Martini mengatakan Surabaya sudah saatnya memiliki Perda KTR agar generasi muda terhindar dari bahaya asap rokok.
"Sudah 10 tahun Perda ini ngendon di dewan. Kita dorong Pansus DPRD untuk mengesahkan ini, karena sudah tidak ada alasan lagi menundanya," katanya dalam konferensi pers di Suarabaya, Rabu, 16 Januari 2019.
Hal senada juga disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Anak, Priyo Adi Nugroho bahwa merokok selain akan berdampak pada kesehatan juga dianggap sebagai pemborosan uang.
"Ini bukan perda baru lagi, tapi raperda lama yang hanya tinggal menunggu pengesahan dari DPRD. Karena rokok selain merugikan kesehatan juga menganggu ekonomi karena merokok adalah pemborosan," ujar Priyo Adi Nugroho.
Di samping itu perwakilan Muslimat NU Surabaya, Ainul Jamilah mengatakan Muslimat NU juga mendukung Perda KTR segera disahkan dan diberlakukan. Karena dampak dari rokok ini sudah sangat memprihatinkan.
"Paparan asap rokok banyak diterima di rumah maupun tempat umum. Ini sangat memprihatikan dan merugikan mereka yang tidak merokok. Maka kita harus segera mendesak agar perda itu segera disahkan," kata Ainul Jamilah
Upaya desakan pengesahan Perda KTR juga datang dari Aliansi Masyarakat Korban Rokok. Salah satu korban bernama Ike Widiyanti mendukung pengesahan peraturan ini. Karena bahaya asap rokok sudah pada taraf yang memprihatinkan.
Contohnya saya ini, tujuh tahun lalu saya harus menjalani operasi pengangkatan kedua kelenjar tiroidnya, akibat kanker pada pita suara. Kanker ini menurut para dokter disebabkan karena asap rokok," katanya.
Menurut cerita Ike, awalnya ia bekerja di sebuah restaurant di mana semua pegawai laki-lakinya merokok. Karena sering terkena paparan asap rokok, kemudian ia mengalami gangguan kesehatan yaitu suara serak dan sesak nafas.
Setelah dibawa ke rumah sakit, dokter yang memeriksa memvonis Ike menderita kanker pita suara. Ike pun menjalani operasi yang kemudian berdampak suaranya yang hilang saat berbicara. Sehingga ia harus menjalani pengobatan seumur hidup.
"Saya mendukung gerakan ini, agar tidak ada lagi korban seperti saya," kata Ike yang kemudian disusul tanda tangan bersama sebagai bentuk dukungan untuk percepatan pengesahan Perda KTR di Surabaya. (pts)