Hutan Mangrove dan Padang Lamun, Wih Keren Bukan Main
Bukan main. Keren. Namanya Pengudang Mangrove. Sebuah Objek wisata di Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Pengundang Mangrove dikelola kelompok masyarakat nelayan dengan mengandalkan keberadaan hutan mangrove.
Luki Zaiman Prawira, Kepala Dinas Pariwisata Bintan, mengatakan, Pengudang Mangrove ini adalah bagian dari kampanye pelestarian lingkungan, ekosistem, dan habitat mangrove dari kerusakan.
Ini perlu apresiasi, kata Luki. Mengapresiasi upaya warga yang telah bekerja keras mempromosikan paket wisata mangrove ini.
Untuk itu, berbagai cara sudah dilakukan. Antara lain, misal, untuk media sosial, memposting di Facebook dan Instagram.
“Setelah kerja keras semua pihak, akhirnya kini Pengudang Mangrove benar-benar menjadi destinasi wisata kebanggaan masyarakat Bintan. Sudah banyak wisatawan lokal dan mancanegara yang mengunjungi tempat ini,” ujarnya, Minggu 30 Desember.
Luki memastikan wisatawan yang datang bakal terkesan dengan objek wisata ini. Wisatawan bisa mengikuti paket tur menjelajahi sungai mangrove Pengudang sejauh lebih kurang 4 kilometer.
Sepanjang perjalanan, wisatawan akan dimanjakan dengan pemandangan pohon mangrove. Mulai dari spesies rhizophora, bruguiera, hingga xylocarpus. Tumbuh pula beragam jenis pandan dan palm di sana.
“Aktivitas nelayan penangkap ketam juga menjadi daya tarik tersendiri. Nelayan setempat biasa menangkap ketam dengan bubu. Jika beruntung, wisatawan pun bisa menyaksikan kawanan monyet yang bergelantungan di pohon. Ada pula berang-berang, biawak, dan beberapa jenis burung,” ungkapnya.
Melengkapi perjalanan tersebut, wisatawan bisa melihat keberadaan Batu Junjung. Dinamakan demikian, karena batu ini seolah-olah dijunjung oleh bebatuan lain. Namun, turis mancanegara asal Singapura lebih suka menyebutnya Philips Rock’s.
Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN), duyung merupakan hewan rentan punah. Duyung juga termasuk satwa yang dilindungi pemerintah, berdasarkan PP No.7/ 1999.
Kehidupan duyung bergantung pada keberadan padang lamun. Namun bukan hanya sebagai rumah, tetapi juga makanan bagi satwa tersebut.
“Atas kesepakatan masyarakat, akhirnya duyung resmi menjadi ikon Bintan pada tahun 2010. Sejak itu, dibangun gapura, patung dan landmark duyung. Masyarakat juga mulai memproduksi cendera mata dan batik duyung,” terangnya.
Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kementerian Pariwisata Rizki Handayani, mengaku senang dengan pertumbuhan pariwisata Bintan.
“Pariwisata Bintan terus tumbuh. Destinasi-destinasi wisata berkembang sangat baik. Tentu ini akan memiliki pengaruh bagu wisatawan. Karena mereka mempunyai banyak pilihan saat berada di Bintan. Kita memberikan dukungan untuk pertumbuhan ini. Karena kita berharap bisa berdampak pada tingkat kunjungan wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan cross border asal Malaysia dan Singapura,” papar Rizki
Sedangkan Menteri Pariwisata Arief Yahya menyatakan, Bintan mulai diperhitungkan sebagai daerah tujuan wisata. Bintan bisa diandalkan untuk menyasar wisatawan border area, yaitu Singapura dan Malaysia.
"Gencarnya promosi yang menyasar wisman di perbatasan, adalah langkah strategis dalam upaya mengejar target 20 juta wisman di tahun 2019. Terlebih, wisman perbatasan dapat diperoleh dengan relatif mudah dan cepat. Kontribusinya pun signifikan terhadap total kunjungan wisman. Apalagi Indonesia berbatasan lansung dengan beberapa negara. Termasuk Bintan yang ada di Kepulauan Riau," jelasnya.(*)