Hutan-Hutan Beton pun Terbakar
Perubahan dimulai dari kebakaran. Kebakaran yang mampu mengubah kondisi: momentum jalan perbaikan dan berkembanglah hutan-hutan beton.
Perubahan dimulai dari kebakaran. Ketika rumah-rumah warga pribumi (Melayu) di kota Singapura terbakar, kampung-kampung lama menjadi masa lalu, berubah menjadi apartemen dan tumbuh menjadi hutan beton kondominium. Kini, penduduk kota Singapura tinggal di ruang berpetak dan kamar-kamar gedung tinggi menjulang. Mereka tinggal tidak bersentuh tanah yang melahirkan. Sedang mereka yang berpenghuni di kampung, merupakan keistimewaan karena mempunyai strata sosial yang lebih dari kaum umum -- yang sebagian besar tinggal di apartemen dan di belantara hutan beton itu.
Perubahan dimulai dari kebakaran, dan itu menjadi bagian perkembangan kota Surabaya. Ketika Pasar Wonokromo terbakar, serentak mengejutkan warga, khususnya mereka yang mempunyai usaha di stan-stan pertokoan. Kini, di sekitar Pasar Wonokromo telah berdiri gedung-gedung besar: Darmo Trade Center (DTC), dan Royal Plaza yang telah menindih hutan kota di sudut perkampungan Ketintang.
Perubahan dimulai dari kebakaran, ketika Pasar Turi dihuni lalu lalang penjual dan penataan yang tak lagi terkesan modern. Kebakaran menjadi momentum perubahan perbaikan yang lebih seru dari perkembangan wajar yang membawa pesan mengejutkan.
Tapi mungkinkan kebakaran tetap menjadi momentum bagi perubahan, ketika Plaza Tunjungan 5 terbakar di bulan Ramadan, Rabu 13 April 2022, saat orang-orang mempersiapkan berbuka puasa?
Berderet Tunjungan Plaza -- dari TP1 hingga TP6 -- telah menggusur kampung-kampung lama kota Pahlawan. Ketika kampung Karangbulak hilang di peta, tumbuh Hotel Bumi Hyatt yang memakan lahan perkampungan -- seraya meminjam istilah Bung Tomo -- "rakyat jelata kota Surabaya".
Kampung yang Hilang di Surabaya
Tunjungan Plaza pun telah menggusur perkampungan Mergoyoso musnah dari peta kota Surabaya. Di jalan yang menjulur ke kampung dari Toko Nam yang telah pula tergusur, menjadi hutan beton bernama Hotel Tunjungan dan Hotel Serathon. Menggeser pula Go Skate yang legendaris hingga musnah menjadi kawasan pertokoan modern yang menjulang.
Dalam perjalanan sejarah, Surabaya termasuk kota yang terdiri banyak kampung. Kampung-kampung di Surabaya mempunyai keunikan tersendiri dan banyak berkembang menjadi kampung wisata. Kita pun menyaksikan salah satu kampung unik, di kawasan Tunjungan Plaza terdapat kampung tertua di Surabaya: Kampung Ketandan. Kampung ini terletak di Kecamatan Tegalsari, Surabaya. Keunikannya, terletak di antara gedung pencakar langit, di antara gedung-gedung sepanjang Jalan Tunjungan sehingga keberadaannya tak terlihat dengan jelas.
Kampung Ketandan diapit Segi Empat Mas Kota Surabaya: di bagian timur Jalan Tunjungan, di bagian selatan Jalan Embong Malang, di bagian barat Jalan Blauran, dan di bagian utara Jalan Praban.
Di kampung ini terdapat makam kuno, Makam Mbah Buyut Tondo dan Joglo Cak Markeso. Makam ini ditumbuhi pohon beringin tua yang terletak di sebelah makam Mbah Buyut Tondo. Makam ini disebut buyut karena keberadaanya lama sebelum Kampung Ketandan menjadi sekarang.
Di Kampung Ketandan pula terdapat masjid An-Nur yang bergaya arsitektur jengki khas Surabaya. Pilar-pilar besar menghiasi masjid ini. Jendela dengan ukuran besar pun menjadi khas dari Masjid An-Nur ini. Di atas pintu tertulis keterangan bahwa masjid ini dibangun pada 1915 – 1958. Namun, sebelum menjadi masjid dulunya bangunan tersebut berbentuk langgar.
Pada 2016, Kampung Ketandan diadakan pembangunan ruang publik Joglo Cak Markeso tepat di depan makam Mbah Buyut Tondo. Joglo yang dibangun di kampung ini berdasarkan atas kerja sama dengan United Cities Local Governments Asia Pacific (UCLG ASPAC) dan diresmikan oleh Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Di tempat itu, dibangun ruang publik adalah untuk membuat hubungan antarwarga Ketandan Surabaya semakin erat. Interaksi dan diskusi masyarakat mengenai lingkungan dan warisan budaya di Kampung Ketandan.
Perubahan mungkin dimulai dari kebakaran. Kebekaran Tunjungan Plaza 5 serentak menyita perhatian. Perhatian serius warga kota dan Wali Kota Eri Cahyadi pun turun di tengah kerja keras para petugas pemadam kebakaran. Sang Wali Kota yang telah menghadapi aksi demo para mahasiswa yang melanjutkan aksi massa dari Jakarta yang memompa peristiwa Ade Armando jadi babak-belur diganyang massa -- hingga sang influenzer itu pun ditelanjangai ramai-ramai di tengah teriakan histeris emak-emak yang pengunjuk rasa yang tak lagi berusia mahasiswa itu.
Kebakaran tak selalu membawa perubahan besar bagi kota. Petugas pemadam kebakaran cepat mengatasi api agar tak merembet lebih besar di area komplek mall Tunjungan Plaza (TP). Sekitar 15 menit api sudah padam. Petugas benar-benar bekerja sangat baik. Demikian apresiasi polisi.
Awal api berasal dari parkiran The Peaks lantai 8 Tunjungan Plaza 5 Surabaya. Polisi belum dapat menyimpulkan penyebab asal api menjalar. Petugas gabungan dari kepolisian, PMK dan Satpol PP dibantu petugas keamanan internal mal berusaha mengevakuasi mobil yang ada di parkiran tersebut. Dalam video beredar di pesan singkat WhatsApp, banyak pengunjung yang lari berhamburan.
Perubahan akhirnya tak selalu diawali dengan kebakaran karena si jago merah cepat dipadamkan. Tapi keangkuhan gedung-gedung dan bertumbuhnya hutan-hutan beton itu semakin membikin jarak. Jarak antara warga kampung dan menjulangnya simbol modernitas. Jarak antara warga miskin kota dan keangkuhan hutan-hutan beton yang makin menjulang itu.
Hutan-hutan di Kalimantan dan Sumatera terbakar -- jadi lahan perkebunan kepala sawit. Kini "hutan-hutan beton" di kota Surabaya dihajar jago merah mendapat giliran. Keangkuhan kota itu pun tak luruh sebab kebakaran meski warga kota gemuruh dan tegang karenanya.
Tak selalu kebakaran menjadi titik awal perubahan. Juga kebakaran di Tunjungan Plaza, terjadi ketika hiruk-pikuk warga kota dimulai setelah selama dua tahun sepi karena pandemi Covid-19. Pandemi yang menjadi hantu tak berwujud dan tetap harus dijauhi dengan perketan protokol kesehatan: jaga jarak sosial dan bermasker. Ketika hutan-hutan beton terbakar, keangkuhan gedung-gedung itu telah menyiapkan bara.
Advertisement