Joko Widodo: Husnul Khatimah atau Suul Khatimah
Saya berharap Presiden Joko Widodo berusaha mengakhiri jabatan pada 2024 dengan baik atau husnul khatimah. Tidak berlebihan jika turun tahta pada 2024 atau akhir periode kedua jabatannya, beliau akan tercatat sebagai presiden yang berhasil dan berhak mendapat penghargaan sebagai “negarawan dan presiden yang berhasil melaksanakan pembangunan sarana-prasarana, pembasmian Covid-19 dan pemrakarsa Ibu Kota Baru".
Sebaliknya, jika beliau berlomba lagi dalam pemilihan presiden untuk periode jabatan ketiga berturut-turut, ada kemungkinan akan berakhir dengan suul khatimah atau akhir yang tidak menyenangkan. Seorang sosok bersahaja , jujur dan lurus sulit dimengerti mempunyai keinginan menyimpang dari pasal 7 UUD yang telah diwariskan oleh para Pendiri Bangsa (The Founding Fathers). Tidak sedikit yang mencurigai ada pengaruh pihak lain. Tentu saja hal itu menjadi hak dan tanggung jawab beliau. Tetapi sebagai anak bangsa, saya berkewajiban mengingatkan dari jauh.
Berkaca dari pengalaman dua pendahulunya yaitu Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto yang jatuh secara tidak wajar setelah memperpanjang jabatan melebihi dua periode jabatan, maka nasib serupa bisa terulang bagi penerusnya “jatuh di lubang yang sama". Perlu digarisbawahi bahwa kedua presiden terdahulu mempunyai sejarah pengabdian dan reputasi yang lebih monumental sejak pra-revolusi, era revolusi dan periode selanjutnya yang silih berganti dari berbagai persoalan politik dan ekonomi. Misalnya pembebasan Irian Barat dan pemberontakan PKI dan seterusnya.
Belajar dari Masa Lalu
Presiden Soeharto bersikeras ingin memperpanjang jabatannya memenuhi bujukan para kroninya dengan alasan bahwa krisis ekonomi dan moneter hanya bisa diatasi oleh presiden yang berpengalaman. Pepatah yang mereka gunakan adalah ketika mobil melewati jalan tanjakan yang berliku diperlukan seorang sopir yang telah berpengalaman. Mungkin hal semacam itu yang dibisikkan kepada kepala negara sekarang.
Padahal dalam setiap dekade senantiasa terjadi perubahan fenomena dan faktor determinan sejalan dengan dinamika perubahan internasional dan nasional. Apa yang dapat dilihat secara kasat mata dan dirasakan indera serta dicerna oleh fikiran saat ini adalah kehendak generasi muda yang menghendaki perubahan serba cepat, namun tetap dalam keadaan aman dan damai atau perubahan yang konstitusional.
Lihatlah, pameran busana digelar di pinggir jalan tetapi dilaksanakan dengan tertib mengikuti aturan dan hal itu terjadi bukan hanya di ibukota, tetapi juga di daerah-daerah. Setiap hari libur, jalan umum dipenuhi warga khususnya untuk berolahraga dan bergembira ria juga berlangsung tertib. Generasi muda hidup dengan disiplin sosial baru meskipun terkadang terjadi gesekan budaya mungkin terdorong oleh hasrat mudanya dan pengaruh budaya internet.
Saya perhatikan tidak sedikit pihak yang ingin memanfaatkan situasi yang timbul sebagai dampak politik dari kemungkinan pelanggaran pasal 7 UUD. Indikasinya tampak bagaimana serunya tanggapan miring terhadap Pawai Nusantara Bersatu di Istora, Jakarta, minggu yang lalu. Husnul khatimah adalah puncak pencapaian agung bagi seorang negarawan.
DR KH As'ad Said Ali
Pengamat sosial politik, Mustasyar PBNU, tinggal di Jakarta.