Hukuman Mati Menteri Koruptor, Jangan Mengaburkan Masalah
Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas mengatakan, pihaknya mendorong penegakan hukum disertai dengan pengusutan secara tuntas akar masalah penyebab korupsi yang terus berulang. Dengan cara seperti itu, dirinya lebih menaruh harapan komitmen pemberantasan korupsi dibandingkan hukuman yang hanya melegakan di jangka pendek.
“Di KPK dulu, kami empat tahun mempelajari kasus Pak Antasari yang itu juga kan korupsi politik yang sudah ada contoh-contohnya. Lalu kami melakukan kajian, akar masalahnya ternyata adalah demokrasi transaksional yang bersumber pada Undang-Undang parpol, Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada. Nah cara seperti ini menurut hemat saya lebih efektif,” kata Busyro, dalam keterangan Jumat 19 Februari 2021.
Busyro Muqoddas menyatakan tak sependapat dengan penilaian Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM) Edward Omar Sharif Hiariej terkait hukuman mati kepada koruptur Edhy Prabowo dan Juliari Batubara.
Busyro menilai hukuman mati kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) dan mantan Menteri Sosial (Mensos) hanya tidak menyelesaikan masalah.
Menurut Busyro, langkah penegakan hukum kepada dua menteri itu sebaiknya adalah penjara seumur hidup sembari merunut akar masalah penyebab terjadinya korupsi di lingkaran kekuasaan yang terus berulang.
“Tuntutan hukuman mati sifatnya elementer dan tidak memiliki akar filsafat. Tidak memiliki konsep yang filosofis. Jadi hanya reaksi saja dan tidak menimbulkan efek jera selain juga harus menunggu proses yang lama untuk sampai kepada presiden,” jelas Busyro, yang sebelumnya disampaikan dalam siaran interaktif di RRI.
Busyro mengingatkan bahwa kasus korupsi mantan Menteri KKP dan mantan Menteri Sosial berkesinambungan dengan kasus korupsi Menteri Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi dan eks Menteri Sosial lama Idrus Marham.
Artinya, kasus korupsi di atas bukan kasus biasa, tetapi jenis kasus korupsi politik atau state capture corruption yang besar kemungkinan terkait dengan pada pemberi mandat para menteri terkait, yaitu partai politik yang bersangkutan.