Hukum Jual Keperawanan, Nikah Siri, dan Kawin Kontrak (2)
Memang masalah jual beli keperawanan tengah jadi bahan perbincangan di masyarakat. Untuk melengkapi tangapan terhadap masalah tersebut, ngopibareng.id melengkapi dengan pembahasan serupa berikut ini.
Pembahasan mengenai kawin kontrak sudah sering kita dengar di beberapa media televisi. Sebagian besar pembahasan menyatakan tidak setuju dengan adanya kawin kontrak. Tapi sebagian yang lainnya mendukung adanya kawin kontrak tersebut.
“Lalu bagaimana Islam memandang permasalahan tersebut?” tanya Santi, warga Menganti Gresik.
Sebelum mengulas lebih jauh tentang kawin kontrak, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu makna dari kawin kontrak sendiri.
Pengertian Kawin Kontrak
Kawin kontrak dalam bahasa arab disebut dengan istilah Mut’ah, dari kata dasar tamattu. Berdasarkan istilahnya, mut’ah adalah kondisi pernikahan dimana laki – laki menikahi seorang perempuan dengan sejumlah harta tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Pernikahan tersebut akan berhenti jika waktu yang disepakati telah habis, tanpa ada talak dan juga kewajiban memberi nafkah. Kemudian jika diantara keduanya meninggal sebelum masa kawin kontrak berakhir, tidak ada hak waris yang akan diberikan.
Bagaimana hukum kawin kontrak dalam Islam?
Dalam Al-Quran telah banyak ayat yang mengatur hubungan perkawinan antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan untuk kawin kontrak sendiri, surat Al-Mu’minun sering digunakan untuk menjadi dalil rujukan. Dalam surat Al-Mu’minun ayat 5 – 7 Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri – istri mereka, atau hamba – hamba sahaya yang mereka miliki, maka mereka tidak tercela. Tetapi barang siapa yang mencari di balik itu (Zina dan sebagainya), maka mereka adalah golongan orang yang melewati batas.”
Dalil tersebut menjadi rujukan hukum kawin kontrak dalam Islam. Hubungan laki – laki dan perempuan hanya boleh dilakukan oleh suami istri yang sah. Itu artinya, anak – anak yang dilahirkan dari hubungan kawin kontrak tidak akan mendapatkan pengakuan secara hukum dan juga hak untuk dinafkahi atau pun hak waris. Dengan demikian, perkawinan kontrak hanyalah sebuah dalih untuk melakukan perbuatan zina antara laki – laki dan perempuan. Sedangkan dalam hukum Islam perbuatan zina sudah jelas hukumnya adalah haram.
Kemudian diriwayatkan pula dalam sebuah hadis yang berbunyi: “Telah diceritakan kepada kami Ar Rabi’ bin Sarabah Al Juhani dari ayahnya bahwa Rasulullah SAW melarang melakukan nikah mut’ah seraya bersabda : “ketahuilah bahwa (pernikahan mut’ah) adalah haram mulai hari ini sampai hari akhir, barang siapa yang telah memberikan sesuatu kepada perempuan yang dinikahinya secara mut’ah, maka janganlah diambil kembali.” (HR. Imam Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, kita ketahui bersama bahwa perkawinan kontrak dalam agama Islam hukumnya adalah haram. Kemudian segala sesuatu yang telah diberikan pada saat masa perkawinan, sebaiknya jangan diambil kembali.(bersambung)
Advertisement