Hujan Turun, Ancam Produksi Garam di Probolinggo
Hujan deras yang mulai mengguyur wilayah timur Kabupaten Probolinggo menjadi ancaman tersendiri bagi proses produksi garam rakyat tradisional. Sebab, proses kristalisasi garam terancam gagal jika tambak garam bercampur air hujan.
“Kamis kemarin misalnya, hujan deras mulai siang hingga malam hari. Kristal garam yang hendaknya dipanen pun kembali mencair sehingga gagal panen,” ujar Suparyono, petambak garam di Desa Kalibuntu, Kecamatan Kraksaan, Kabupaten Probolinggo, Jumat malam, 7 Oktober 2022.
Ia mengaku, mengalami kerugian lumayan besar akibat 60 ton garam yang gagal dipanen karena diguyur hujan deras. Dengan asumsi harga garam di tingkat petani Rp1.300 per kilogram (kg), kerugian Suparyono sekitar Rp78 juta.
Garam yang gagal dipanen itu menggunakan cara pengolahan tradisional. Yakni, mengalirkan air laut ke dalam petak-petak garam, kemudian ditunggu sampai air laut menguap. Sehingga yang tersisa di tambak garam adalah kristal garam.
Beruntung, Suparyono dengan kelompok petambak garam masih bisa berharap tambak garam semi modern dengan sistem "Buka Tutup, Garam Jadi Super” (Katup Gadis). Tetapi model rumah garam Katup Gadis ini kapasitasnya relatif kecil, sekitar 7 ton garam.
“Meski pun kapasitasnya kecil, hanya 7 ton, tetapi sistem Katup Gadis ini aman berproduksi meskipun pada musim hujan,” katanya.
Pada 2018 silam, model rumah garam Katup Gadis meraih Juara I Inovasi Teknologi Award Provinsi Jatim. Sistem semi modern itu dirintis sejak 2016 lalu lewat sejumlah pelatihan.
Setahun berikutnya, mulai dilakukan uji coba dan hasilnya cukup bagus. Sehingga kemudian di awal tahun 2018, diterapkan oleh Kelompok Petambak Garam Kalibuntu Sejahtera di Desa Kalibuntu, yang diketuai Suparyono.
Rumah garam Katup Gadis, kata Suparyono, melindungi tambak garam dari hujan, yang dapat turun sewaktu-waktu dan merusak tambak. Cara kerjanya, petak tambak dilengkapi atap yang bisa buka-tutup.
Menurutnya, sistem Katup Gadis beroperasi dengan cara memanfaatkan terpal plastik. "Lahan tambak garam dilapisi dengan terpal untuk bagian bawahnya, sementara di atasnya juga diberi terpal penutup yang bisa dibuka-tutup," ujarnya.
Cara kerjanya, saat terik matahari terpal bagian atas dibuka. Tetapi jika hujan datang, maka terpal itu digunakan sebagai penutup garam, yang masih dalam hamparan. "Sehingga meski musim hujan, kami tetap berproduksi. Itulah nilai tambah dari inovasi ini," katanya.