HTI Resmi Terlarang, Ini Penegasan Kembali Kiai Ma'ruf Amin
“Kalau pengadilan sudah melihat bahwa HTI itu organisasi yang komitmen ke-Pancasila-annya tidak utuh, tidak murni, membahayakan Pancasila, pasti akan ditolak". KH Ma'ruf Amin, Ketua Umum MUI Pusat.
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak seluruh gugatan pihak Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) terhadap Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam).
Dengan demikian, maka HTI dinyatakan sebagai sebuah organisasi yang dilarang di Indonesia sesuai Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.
Menanggapi hal itu, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan bahwa organisasi apapun yang ideologinya tidak sejalan –bahkan bertentangan- dengan Pancasila maka akan dibubarkan. Begitu pun dengan HTI.
Terlebih, lanjut Kiai Ma’ruf, organisasi tersebut membahayakan eksistensi Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, maka mereka harus dibubarkan.
“Kalau pengadilan sudah melihat bahwa HTI itu organisasi yang komitmen ke-Pancasila-annya tidak utuh, tidak murni, membahayakan Pancasila, pasti akan ditolak,” kata Kiai Ma’ruf di sela-sela acara Ijtima' Ulama MUI di Banjarbaru, Senin (6/5/2018).
Sebetulnya, sengketa antara pemerintah dengan HTI dimulai pada Mei 2017. Terutama setelah pemerintah mengeluarkan sebuah pernyataan akan menindak tegas HTI karena organisasi tersebut bertentangan dengan Pancasila.
Perselisihan antar keduanya menjadi runcing setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2017 tentang Ormas. Menteri Koordinator Polhukam Wiranto mengumumkan Perppu tersebut pada 12 Juli 2017 setelah ditandatangani Presiden Joko Widodo.
Dengan demikian, Perppu ini merevisi UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas. Berbeda dengan UU tentang ormas sebelumnya, dengan Perppu ini pemerintah bisa membubarkan sebuah ormas yang dianggap membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tanpa melalui pengadilan terlebih dahulu. (adi)