Hormati Anak Bangsa Berprestasi, Bukan Koruptor!
Oleh: Erros Djarot
Ada pengejawantahan nilai-nilai yang terbalik-balik di negeri ini. Masyarakat sudah terlanjur keblinger saat menerjemahkan tata nilai yang diwariskan para para pendiri Republik, dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Apa yang seharusnya dijauhi, justru didekati, dihormati, disanjung dan disegani.
Contoh paling ekstrim bagaimana penghormatan kepada seorang koruptor, mantan terpidana pelaku korupsi. Justifikasinya sederhana saja; karena sang koruptor yang mantan pejabat, begitu murah hati rela menghamburkan uang sisa simpanan hasil korupsinya untuk mendanai berbagai kegiatan sosial. Masyarakat membalas ‘kebaikan’ sang koruptor dengan memposisikan mereka sebagai yang terhormat bapak donatur atau dermawan yang mulia.
Di berbagai organisasi sosial bahkan organisasi politik, para mantan koruptor atau para penjahat ekonomi banyak yang telah bermetamorfosa menjadi seorang penyandang dana terhormat. Kepada mereka selalu diberi jabatan kursi pengurus yang cukup bergengsi dan berwibawa. Setidaknya menjadi orang yang bisa selalu berada di lingkaran satu ketua umum.
Contoh paling hangat munculnya tokoh kunci dalam kasus ‘Papa minta saham’ yang lama menghilang —dan fihak kepolisian maupun kejaksaan tak mampu berbuat apa-apa, tiba-tiba muncul saat Presiden Jokowi memberikan kuliah dalam acara yang diselenggarakan salah satu partai. Juga kehadiran para konglomerat bermasalah (kasus BLBI) yang sering muncul di berbagai event partai besar maupun dalam pesta keluarga ketua umumnya, merupakan pemandangan biasa.
Hal ini menunjukkan betapa kekuatan uang telah mampu membolak-balikkan tata nilai. Mengubah seorang pendosa menjadi inspirator, agen kebaikan dan bahkan penjaga nilai. Atau sebaliknya, menyulap orang baik menjadi jahat atau dicitrakan sebagai orang jahat. Itulah kekuatan uang! Terbukti sudah kekuatan uang sangat begitu efektif menebar wabah amnesia dalam kehidupan rakyat kita di beberapa dekade ini.
Virus amnesia yang disebarkan ini didesain sesuai kebutuhan para penguasa dan pengendali keuangan-bisnis-ekonomi, di negeri ini. Di zaman Orba, penguasa politiklah pengedali utamanya. Masa itu, rakyat dibuat amnesia — harus melupakan sejarah masa lalu yang berkaitan dengan kehadiran Bung Karno sebagai bapaknya rakyat Indonesia berikut ajarannya.
Sayangnya para pemimpin di era reformasi, merasa nyaman meneruskan tradisi menebar virus amnesia ini. Itulah sebabnya muncul gerakan dari para aktivis yang sadar untuk melakukan perlawanan dengan mengusung tema: Melawan lupa! Hal mana merupakan proses dialektis sebagai jawaban dari berbagai pembenaran terhadap eksistensi para konglomerat hitam dan bermunculannya upaya yang mencoba meracuni masyarakat untuk melupakan kejahatan politik-ekonomi Orde Baru.
Karenanya memberantas virus amnesia menjadi keharusan yang bersifat mendesak. Agar masyarakat bisa kembali berkemampuan menilai sesuatu maupun seseorang berdasarkan tata nilai yang baik dan benar. Dengan demikian bangsa ini dapat menghargai dan memberi penghargaan yang sepatutnya kepada setiap anak bangsa yang berprestasi dan berdedikasi tinggi. Bukan malah mengelu-elukan para koruptor sebagai sang dermawan yang budiman!
Beruntung kita, di tengah sirkus tata nilai yang nyaris membuat bangsa ini menjadi buta nilai, hadir seorang pemuda asal NTB, Lalu Muhammad Zohri yang mencatatkan diri sebagai pelari junior tercepat dunia menyabet medali emas lomba lari 100 meter U20 di Finlandia.
Mata, pikiran, dan hati kita sebagai bangsa tiba-tiba terbuka lebar; seakan tak percaya dengan apa yang berhasil dicapai oleh seorang pemuda asal desa di NTB ini. Disusul lagi dengan medali emas wushu junior yang diraih putra Indonesia, Jevon Kusmoyo, di Brasil. Juara karate sedunia diraih oleh seorang pemuda sederhana, Fauzan Noor, dari Kalimantan Selatan. Juga medali emas catur bocah sedunia dipersembahkan Samantha Edithso, dalam kejuaraan catur di Rusia. Ditambah lagi medali emas Olimpiade Matematika dipersembahkan para siswa kita dalam ajang India International Mathematics Competition (InIMC).
Mereka berprestasi dan memberi kebanggaan kepada bangsanya walau miskin support dari negara. Mereka dengan sempurna telah berhasil menerjemahkan kata silent is golden ke dalam aksi mereka yang mengagumkan.
Jauh berbeda dengan para politisi dan para pebisnis kita yang sibuk saling cakar, saling gusur, usreg, dan ribut terus, tapi miskin prestasi. Bukan memberi kebanggaan pada bangsanya, tapi malah seringkali mempermalukan bangsanya dengan perilaku korup mereka yang luar biasa!
Saatnya kita melawan lupa! Agar tidak lupa diri dan lupa tujuan Indonesia merdeka!
* Tulisan ini Dikutip sepenuhnya dari laman Watyutink.com