Hormat Bendera Merah-Putih, Ini Pandangan Kiai
Jakarta: Belakangan muncul pandangan, menghormat bendera Merah-Putih sebagai bid’ah, bahkan ada yang mengatakan tindakan itu sebagai “syirik”. Bagaimana pandangan para kiai dan ulama?
Ketika masyarakat menyimpan pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan dengan pandangan keagamaan, para ulama pesantren di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) selalu hadir memberikan jawaban dan sudut pandang. Seperti yang dilakukan para kiai Jombang. Mereka bahkan membuat forum musyawarah khusus, membahas berbagai persoalan, saling menyodorkan dalil, dan menjawab kegelisahan.
KH M Bisri Syansuri, salah satu pendiri NU yang Rais Am PBNU (1970-1981), bersama para kiai di Jombang, tercatat beberapa kali mengadakan forum musyawarah. Pertanyaan muncul, “Bagaimana hukum hormat bendera merah putih lambang negara RI sebagaimana yang berlaku ketika upacara bendera merah putih diadakan?”
Kiai Bisri Syansuri pun menjawab, “Mengingat bahwa bendera sang merah putih sebagai lambang negara RI itu merupakan suatu anugerah Allah yang diberikan kepada bangsa Indonesia, maka hukum menghormati bendera itu adalah boleh, sebab disamakan dengan diperbolehkannya mencium peti (tabut) yang diletakkan di atas maqam para wali untuk diambil barokahnya.”
Kiai Bisri bersama ulama lainnya, seperti KH Adlan Aly, KH Mahfudz Anwar, KH Syansuri Badawy, Kiai Muhdlor, KH Mansur Anwar, KH Abdul Fattah Hasyim, KH Cholil, dan KH Syansun, bersepakat dengan sejumlah argumenm dengan mengutip kitab Hasyiah al-Bajury 'ala Syarh Ibn Qasim.
Jawaban tersebut, termuat dalam buku Muqarrarâtus Syûrâ min ‘Ulamâ Jombang, Yang memuat jawaban tentang persoalan tersebut diterbitkan pada 15 April 1981 M/ 10 Jumadil Akhir 1401 H dan ditandatangani oleh Ketua Musyawarah Ulama Jombang KH Mahfudz Anwar dan sekretarisnya H Abd. Aziz Masyhuri. (adi)
Advertisement