HNW: MK Harus Menolak Uji Materi Batas Usia Capres/Cawapres
Anggota DPR merangkap Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid (HNW), meminta Mahkamah Konstitusi (MK) agar menjaga konsistensinya sekaligus marwah sebagai pengawal konstitusi. Yaitu dengan menolak permohonan uji materi usia calon wakil presiden (cawapres).
“MK harus konsisten seperti pada banyak putusannya terdahulu, bahwa urusan angka atau usia dalam undang-undang dasar adalah open legal policy (kebijakan hukum terbuka) yang diserahkan kepada pembentuk undang-undang, bukan persoalan konstitusionalitas norma. Bila berbeda dengan ini, maka tentu ada kecurigaan mengapa MK bisa berubah,” ujarnya melalui siaran pers yang diterima ngopibareng.id Sabtu 14 Oktober 2024.
Keputusam uji materi usia calon wakil presiden akan disampaikan oleh MK pada Senin 16 Oktober 2023 mendatang.
Menurut HNW, meski permohonan uji materi ini diajukan beberapa pihak, masyarakat sudah memahami bahwa siapa yang akan diuntungkan apabila permohonan ini dikabulkan.
“Diakui atau tidak, permohonan ini tentu ada hubungannya dengan wacana Putra Presiden Joko Widodo, Mas Gibran Rakabuming Raka, yang digadang menjadi cawapres tapi usianya belum mencapai 40 tahun sebagaimana persyaratan dalam UU Pemilu,” tuturnya.
Lebih lanjut HNW menegaskan bahwa MK seharusnya tidak terpengaruh terhadap sosok siapa pun dalam pengujian UU, dan benar-benar teguh berpegang kepada UUD NRI.
HNW membandingkan permohonan ini dengan uji materi terkait batas usia calon kepala daerah beberapa tahun lalu. Kala itu, MK tegas menolak permohonan dengan menyatakan urusan persyaratan usia bukan urusan MK, melainkan pembentuk undang-undang.
“Namun, situasi ini dinilai berbagai kalangan berbeda. Misalnya, seperti analisa yang disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Prof Denny Indrayana yang kembali mengaku mendapat bocoran bahwa MK akan mengabulkan permohonan dengan komposisi 5 hakim setuju dan 4 hakim menolak. Dan juga, adanya dugaan MK akan berdalih menambahkan syarat berpengalaman sebagai kepala daerah sebagai pilihan alternatif dari syarat usia 40 tahun,” pungkasnya.
Apalagi, lanjut HNW, salah satu tokoh Rizal Ramli juga mencurigai hal yang sama. Dan bahkan, memelesetkan MK sebagai Mahkamah Keluarga, dengan adanya Anwar Usman selaku Ketua MK sekaligus ipar dari Presiden Jokowi.
HNW menilai segala kecurigaan itu wajar terjadi, apalagi dalam keterangan pemerintah dan DPR pada sidang sebelumnya, tidak ada ketegasan dari pemerintah dan DPR untuk menolak uji materi ini. Padahal, lazimnya dalam persidangan uji materi, pemerintah dan DPR akan tegas menolak uji materi dan ‘fight’ mempertahankan UU yang dibuatnya.
“Itu semua harus dijawab oleh MK dengan menolak permohonan tersebut, dan tidak bersiasat dengan menambahkan norma baru yang bukan kewenangan MK,” ujarnya.
HNW menegaskan konsistensi dan Marwah MK harus ditegakkan, agar ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK atau institusi peradilan dapat dikurangi.
“MK sebelumnya juga sudah berani menolak permohonan perpanjangan masa jabatan presiden dan perubahan sistem pemilu dari terbuka ke tertutup. Walau dalam beberapa putusan lainnya, seperti uji formil UU Ciptaker atau uji materi UU IKN, masih berpihak kepada pemerintah dan DPR,” tukasnya.
Para hakim MK diminta menunjukkan bahwa mereka memang negarawanan sebagaimana syarat untuk menjadi hakim MK, dan menjaga institusi dengan tetap konsisten dan tidak terpengaruh terhadap sosok tertentu dalam mengadili perkara.
Kemudian, lanjutnya, MK juga penting menjadi bagian dari yang mensukseskan proses menuju Pemilu sesuai ketentuan konstitusi, yaitu pemilu yang antara lain bersifat jujur dan adil, dengan menolak judicial review terkait usia Bacapres/bacawapres.
"Agar terkoreksi kegaduhan politik, agar semua pihak fokus mensukseskan Pemilu termasuk Pilpres yang sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang jauh-jauh hari sudah disepakati oleh Pemerintah, DPR, KPU dan Bawaslu," tandasnya.
Advertisement