HJKS, Walikota Eri: Representasi Warga Surabaya seperti Rujak Uleg
Walikota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, pihaknya akan senantiasa melakukan evaluasi mengenai pelaksanaan Festival Rujak Uleg, yang merupakan salah satu gelaran penting pada perayaan Hari Jadi Kota Surabaya ke-731 tahun.
Seperti diketahui, Festival Rujak Uleg pada tahun sebelumnya dilaksanakan di kawasan Kya-Kya Jalan Kembang Jepun. Pada tahun ini, perayaan tersebut berpusat di Balai Kota Surabaya.
"Kita akan coba evaluasi waktunya yang sesuai, malam, sore atau pagi. Kalau rujak uleg butuh waktu panjang dan yang penting memotong waktu sholat. Insyaallah akan kita evaluasi. Kalau temanya mengenang kota lama kembali ke kota lama. Setiap ajang yang kita tampilkan tergantung tema," ujarnya Eri, di Balai Kota Surabaya, Minggu 19 Mei 2024.
Eri juga menjelaskan, Festival Rujak Uleg tahun ini dihadiri oleh lebih dari 5.000 masyarakat. Tentunya Balai Kota Surabaya lebih besar dan dapat menampung banyak orang daripada di kawasan Kya-Kya Kembang Jepun.
"Untuk pesertanya ada 800 orang. Pemkot juga membagikan sebanyak 731 porsi rujak karena sesuai dengan ulang tahun Surabaya. Totalnya ada sekitar 1.500 porsi rujak yang kita bagikan untuk warga," ujar Eri.
Mantan Bappeko ini juga mengatakan, perayaan Festival Rujak Uleg pada peringatan HJKS ke-731 tahun tersebut merupakan representasi dari keadaan Kota Surabaya di masa lalu hingga sekarang. Rujak yang berisi bermacam-macam komponen dianggap merupakan representasi masyarakat Kota Pahlawan yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
"Dalam rujak ada petis, buah, tempe, tahu, dan sayur yang menjadi satu bagian. Begitu juga dengan Surabaya yang terdiri dari masyarakat dari agama, suku, lapisan masyarakat yang berbeda dan tidak bisa dilepaskan dari toleransi. Tanpa cingur, terasa hambar dan tanpa petis juga. Surabaya tanpa agama Kristen terasa hambar, tanpa agama Islam terasa hambar, tanpa Suku Cina, Jawa, Madura juga akan terasa hambar," ungkap Eri.
Ia juga melanjutkan, Kota Surabaya yang terdiri dari berbagai macam masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda seperti rujak tersebut, justru dapat menjadi kekuatan. Keberagaman bukan menjadi ketakutan ataupun kelemahan.
"Maka dari kita membutuhkan kekuatan dari seluruh masyarakat bergandeng tangan mewujudkan kebersamaan, seperti filosofi yang terkandung dalam rujak uleg," pungkas Eri.