Hindari Kerumunan, Coblosan di TPS Dibagi 5 Waktu
Ada yang berbeda pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020. Sederet aturan khusus diberlakukan demi menjamin pelaksanaan protokol kesehatan.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) membagi waktu kedatangan pemilih di Tempat Pemungutan Suara (TPS) menjadi 5 waktu. Hal itu dilakukan guna menghindari adanya kerumunan pada hari H pelaksanaan pemungutan suara.
“Jadi jumlah DPT yang ada di TPS tersebut akan dibagi kedatangannya menjadi lima kelompok, kelompok pertama jam 07.00-08.00 pagi, kelompok kedua jam 08.00-09.00 pagi, begitu seterusnya sampai dengan terakhir jam 12.00 sampai jam 13.00 siang,” ujar Ketua KPU Arief Budiman saat mengikuti rapat analisa dan evaluasi tahapan Pilkada Serentak bersama Menko Polhukam Mahfud MD, Mendagri Tito Karnavian, dan Ketua Bawaslu di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Mrdan Merdeka Barat, Jakarta Pusat.
Lebih lanjut Arief menjelaskan, KPU telah melakukan simulasi terkait gelaran Pilkada Serentak. Adapun simulasi yang dilakukan yakni pemungutan dan perhitungan suara di 104 kabupaten/kota.
Dari hasil simulasi tersebut, sambung Arief, didapati tingkat partisipasi pemilih cukup menggembirakan. Tingkat partisipasi menurutnya mencapai hasil di angka 75 hingga 77 persen.
Sementara itu, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Abhan mencatat telah terjadi 1.763 pelanggaran protokol kesehatan selama massa kampanye. Ada 1.210 di antaranya diberikan peringatan tertulis dan 168 lainnya dikenakan tindakan pembubaran.
"Kenapa yang dibubarkan lebih sedikit, daripada yang diperingkatkan dengan tertulis. Jadi kasusnya ketika peringatan kami layangkan memang tenggang waktunya satu jam, kalau tidak mengindahkan maka bisa dibubarkan," ucapnya.
Lebih lanjut Abhan menjelaskan, rata-eata pelanggar protokol tersebut dapat membubarkan diri menjelang tenggat waktu yang diberikan habis. Abhan memberi contoh, dari waktu 60 menit yang diberikan, mereka bisa membubarkan diri di menit ke-50.
"Jadi belum ada satu jam mereka bubar. Sehingga tidak bisa kami lakukan pembubaran. Tetapi itu kami catat sebagai pelanggaran. Ada juga yang diperingatkan secara lisan, tidak sampai tertulis sudah bubar," ujarnya.