Hilangnya Satu Peradaban! Benarkah?
Pengantar Redaksi: Perubahan sosial di tengah masyarakat kit berlangsung dinamis. Ini cukup demokratis terjadi. Sayangnya, ada pihak-pihak yang justru menafikan tradisi masyarakat sebagai identitas masyarakat khas di bumi Nusantara.
Berikut artikel menarik yang disampaikan Budi Purwokartiko, Guru Besar Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh November. Bidang keahliannya mencakup Data Mining, Optimasi dan Metaheuristik, Operations Research, Manajemen Proyek. Namun, ia berpikir dan menyampaikan kegelisahan terkait identitas bangsa.
Oleh: Budi Purwokartiko
Guru Besar Teknik Industri ITS, mantan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK).
Ketika tradisi menghormati pohon dihilangkan
Menghormati mata air dihilangkan
Menghormati alam dimusnahkan
Maka itu adalah tantangan perang antara manusia kepada Alam.
# Ketika anak-anak kita lebih suka pizza, kebab, kebuli, kurma daripada sayur lodeh, pecel, urap, kelengkeng, rambutan itu bukan soal berubahnya selera, itu soal punahnya paradaban!
Kok bisa?
Kalau anak-anak nggak suka lodeh, maka tanaman nangka , kacang panjang, kluwih, akan tidak ditanam orang. Karena nggak akan ada yang beli. Sayur lodeh atau pecel nggak cuma soal selera makan. Lebih fundamental dari itu. Petani makin sulit menjual tanamannya yang sesuai kondisi lokal.
Memang yang bekerja di resto pizza juga orang Indonesia. Tapi bahan-bahannya?
Ketika wayang dimusnahkan, itu nggak cuma soal berkurangnya hiburan, bukan cuma soal halal haram. Tapi sangat luas efeknya. Para perajin wayang, pembuat gamelan, sekolah seni, para pekerja seni akan ikut terimbas kehidupannya. Jadi, omongan Khalid Basalamah itu bukan soal sepele. Nggak bener itu kalau ada yang bilang pemahaman agamanya masih level dasar. Justru Khalid ingin menghancurkan bangsa kita lewat pembunuhan budaya. Setelah wayang, nanti karawitan, lalu ketoprak, wayang orang, ludruk...dst.
Ketika kita mengubah berbuka puasa dari kolak ke kurma, itu masalah besar. Nggak cuma soal sunnah. Kita harus mengubah kebiasaan makan. Kita harus impor kurma. Konsumsi kita berubah pola dan itu akan berefek sampai ke petani. Hidup kita pelan² diatur dan dikendalikan.
Ini bukan soal agama tapi soal eksistensi suatu bangsa, termasuk ekonomi..!!
Istilah-istilah Arab memenuhi postingan medsos yang menggantikan ‘semoga lekas sembuh’, ‘terima kasih’, ‘selamat jalan’, dsb. Para ustadz yang suka mengharam-haramkan itu tidak sedang menegakkan ajaran agama tetapi sedang pelan-pelan membunuh bangsa ini. Sejak kita dipaksa menutup aurot (tafsir manusia Timur Tengah) dengan segala dalilnya, maka secara perlahan kesenian tari daerah mulai menghilang atau berganti rupa. Atlet olahraga Muslimah mulai berkurang.
Muslimah tidak lagi berminat main volley, badminton, basket atau renang. Mungkin masih ada yang main tetapi dengan segala batasan agama. Prestasi bukan lagi menjadi target utama tetapi ketaatan pada ajaran-ajaran agama versi kaum tertentu yang menjadi acuan utama. Segala hal dibatasi atas nama untuk mendapatkan surga dan menghindari siksa neraka. Pelan-pelan kita akan kehilangan potensi untuk menjadi masyarakat maju. Pelan-pelan kita akan kehilangan jati diri untuk mengatur hidup kita, dikit² minta petuah ke pendatang.
Semampu kita bergerak: Selamatkan Budaya! Selamatkan Nusantara Indonesia!.
Sumber: #AdatBudayaAdat Nusantara