Hikayat Keledai, si Empunya Sibuk Naik Turun
Syahdan, di negeri antah berantah ada seorang laki-laki menuntun keledainya menuju ke pasar mau menjual keledainya. Dalam perjalanan bertemu seseorang yang nyinyir dan berkata : "Alangkah bodohnya orang ini, punya keledai tidak ditungganginya. 'Kan capek ya jalan terus".
Benar juga pikir sang empunya keledai. Akhirnya ditungganginya keledainya yang lumayan kurus itu. Tiada berapa lama kemudian bertemu seorang yang nyinyir pula: "Kejam sekali si empunya keledai. Tega banget menunggangi keledai yang kurus kering, bisa mati tuh, dosa."
Akhirnya dia turun dan menuntun keledainya, takut kalau kedelainya mati sebelum dijual. Tidak lama kemudian ketemu orang nyinyir yang mengatakan dia bodoh tidak menunggang keledainya. Akhirnya dia menaiki lagi punggung keledainya sampai di pasar.
Pada saat itu, ada seorang pembeli yang mau membeli keledainya dengan harga yang cukup mahal. Ketika mau menerima pembayaran, ada seorang penjual getuk lindri yang nyinyir: "Bodoh banget orang ini menjual keledainya, nanti pulangnya naik apa? 'Kan capek jalan terus ya?"
Akhirnya dia batalkan transaksi penjualan keledainya dan menungganginya pulang ke rumah tanpa membawa uang penjualan keledainya. Dalam perjalanan dia bertemu lagi dengan para penyinyir dan akhirnya sibuk dengan naik turun-punggung kedelai.
Cuthel alias Tamat. Ha ha ha...
Catatan
Al-Quran Surat Az Zumar ayat 73, disebutkan bahwa orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara berombongan.
Hikmat kisah, bila kita selalu memperhatikan omongan orang, selalu tak menjadikan kita fokus pada tujuan. Bahkan, kita nyaris tidak mendapat apa-apa dari yang kita rencanakan itu.
Terkait hal ini, kita pun teringat kembali kisah-kisah dalam khazanah Sufi, tentang Anjing dan Keledai:
Anjing dan Keledai
Suatu hari, seorang lelaki yang telah menemukan cara memahami arti suara-suara binatang, sedang berjalan menyusuri jalan desa.
Di tengah jalan, ia melihat seekor keledai, yang baru saja meringkik, dan di sebelahnya ada seekor anjing yang menyalak keras-keras.
Ketika ia mendekat, ia bisa menangkap arti sahut-sahutan suara tersebut.
"Huh, dari tadi kau bicara terus tentang rumput dan padang rumput, sedangkan aku hanya ingin dengar tentang kelinci dan tulang, bosan ah!" kata anjing itu.
Lelaki itu tak tahan tidak berkomentar. "Tetapi yang utama adalah kegunaan jerami, seperti juga, fungsi daging." sergahnya.
Kedua binatang itu menoleh kepadanya sejenak. Anjing itu menyalak sengit sehingga suara orang itu pun tak kedengaran dan keledai menyepak sekerasnya dengan kaki belakangnya hingga orang itu jatuh terjerembab.
Kemudian, mereka kembali cekcok.
Kisah ini, yang menyerupai salah satu kisah Rumi, adalah fabel dari koleksi terkenal milik Majnun Qalandar, yang mengembara selama empat puluh tahun pada abad ketiga belas, menceritakan kisah teladan di pasar-pasar. Beberapa orang mengatakan bahwa ia benar-benar gila (sesuai dengan arti namanya); yang lain beranggapan bahwa ia termasuk salah seorang di antara 'Yang Berubah' --yang menyebarkan pemahaman tentang hubungan antara segala sesuatu yang oleh orang biasa dianggap terpisah.
Sumber:
Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi