Hijab, Ibadah atau Identitas dan Gaya? Begini Penjelasannya (2)
Dulu, hijab hanya dipakai orang-orang yang akan pergi menghadiri pengajian, acara muslimatan atau acara resmi lainnya. Tapi untuk sekarang ini, hijab sudah dipakai oleh kalangan luas masyarakat.
Berikut penjelasan Ustadzah Nurul Ulya Muhammad Syamsudin, aktivis Forum Kajian Fiqih Kewanitaan dan Gender–Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jatim:
Beda lagi dengan model hijabnya Almarhumah Ibu Nyai Abdul Hamid, salah satu Pengasuh Pesantren di Pasuruan, yang modelnya seperti keumuman para perempuan muslimah sekarang dan menunjukkan sisi agak lebih modern.
Di lain pihak, ada juga model hijab yang besar yang disertai dengan niqab (cadar) seperti beberapa pengasuh Pondok Pesantren Aswaja di Jawa Timur dewasa ini. Semua itu menunjukkan ragam model hijab yang lambat laun berkembang, dan pernah terjadi di kalangan dunia pesantren – soko guru Islam di bumi Nusantara kita tercinta - pada khususnya.
"Ia menyukai apabila keluarga beliau mengenakan hijab. Istri dan anak sulung beliau mengenakan hijab. Namun, ia lebih senang anak dan istrinya memakai hijab itu dengan kesadaran diri sendiri bukan karena ada paksaan dari siapa pun."
Sebagaimana disadari bahwa ragam ini akan terus berkembang seiring perkembangan zaman dan trend baru budaya pakaian yang umumnya diperagakan oleh para perancang busana muslimah di tanah air. Permasalahannya adalah model hijab manakah yang benar dan sesuai syariat itu?
Mengetahui sisi syariah model hijab, kita perlu melihat beberapa bentuk penafsiran para ulama. Di Indonesia, ada KH Quraisy Shihab, salah seorang mufasir besar kenamaan yang dimiliki Indonesia. Ia di dalam buku tafsirnya yang terkenal yaitu Tafsir Al-Misbah, menjelaskan bahwa hukum berhijab itu wajib.
Menurutnya, ada tiga definisi hijab. Pertama, hijab tidak harus menutup semua, cukup dengan berpakaian sopan dan terhormat. Pendapat ini ia ambil berdasarkan penafsiran Surat An-Nûr ayat 60, Allah SWT berfirman:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاۤءِ الّٰتِيْ لَا يَرْجُوْنَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ اَنْ يَّضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجٰتٍۢ بِزِيْنَةٍۗ وَاَنْ يَّسْتَعْفِفْنَ خَيْرٌ لَّهُنَّۗ وَاللّٰهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Wanita-wanita lanjut usia yang tidak berhasrat untuk menikah lagi, tidak berdosa bagi mereka jika tidak terlalu rapat dalam berpakaian dengan tidak menampakkan perhiasan berupa anggota tubuh yang diperintahkan oleh Allah untuk disembunyikan. Meskipun demikian, sikap 'iffah (menjaga diri) mereka untuk menutupnya secara sempurna lebih baik bagi mereka daripada membukanya. Allah Maha Mendengar perkataan mereka lagi Maha Mengetahui segala perbuatan dan niat mereka dan akan membalas itu semua,” (Quraisy Shihab, Tafsir Al-Mishbâh, Jakarta: Lentera Hati, 1998, Volume 09).
Kedua, hijab itu menutup semuanya kecuali muka dan telapak tangan. Sebagaimana dikutip oleh beliau, pendapat ini didasarkan atas salah periwayatan hadits dari Ummi Al-Mukminîn Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:
إنَّ المرأةَ إذا بلغتِ المحيضَ، لا يصلحُ أن يرى منها إلا هذا وأشار إلى الوجهِ، والكفَّيْنِ
Artinya: “Sesungguhnya perempuan itu ketika telah mencapai usia haidl, maka tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini (sambil Rasulullah SAW menunjuk ke wajah dan kedua telapak tangannya)”. [Ibnu Hajar Al-Asqalânî, At-Talkhishul Habir, Beirut: Dârul Kutub Al-Ilmiyyah, tanpa catatan tahun, 3/1009]
Ketiga, menutup semuanya hingga menggunakan cadar. Sebagaimana dikutip KH Quraisy Shihab, pendapat ini disampaikan oleh para ulama berdasar salah satu hadits riwayat Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda:
المرأةُ عورةٌ، فإذا خرَجَتْ اسْتَشْرَفَها الشيطانُ رواه الترمذي (٢٧٩ هـ)، سنن الترمذي ١١٧٣ حسن غريب أخرجه الترمذي (١١٧٣) واللفظ له، والبزار (٢٠٦١)، وابن خزيمة (١٦٨٥) مطولاً.
Artinya, “Wanita adalah aurat, maka apabila dia keluar (rumah), maka setan tampil membelalakkan matanya dan bermaksud buruk terhadapnya”. Hadits Hasan Gharib, riwayat Imam At-Tirmidzî dalam Sunan At-Tirmidzî, dengan Nomor Hadits 1173. Hadits juga diriwayatkan oleh Al-Bazzâr dengan Nomor Hadits 2061 dan Ibnu Khuzaimah dengan Nomor Hadits 1685 berupa hadits yang panjang.
Bagaimana ia mempraktkkan perintah hijab ini terhadap keluarganya? Terkait dengan hal ini KH Quraisy Shihab memberikan sebuah penjelasan yang ditayangkan di sebuah acara Talkshow di media televisi nasional.
Ia menyukai apabila keluarga beliau mengenakan hijab. Istri dan anak sulung beliau mengenakan hijab. Namun, ia lebih senang anak dan istrinya memakai hijab itu dengan kesadaran diri sendiri bukan karena ada paksaan dari siapa pun.
Pada intinya menurut ulama yang tersohor ini ada ragam ikhtilaf dalam performa hijab di kalangan para ulama. Terkait dengan ragam hijab mana yang harus kita pilih, dan sebaiknya diikuti, kita akan bahas pada tulisan-tulisan mendatang.(adi)
Advertisement