Hidayat: Semakin Dikepung Prabowo Semakin Asik
Mantan ketua MPR sekaligus politisi senior PKS Hidayat Nur Wahid (HNW) membenarkan saat ini kondisi Prabowo Subianto terjepit dan dikepung beragam kekuatan dalam menghadapi Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.
"Ini masalahnya dan menjadi bagian yang harus dikritisi, bagaimana mungkin birokrasi seolah-olah didorong secara ramai-ramai mendukung Jokowi," kata Wakil Ketua Dewan Penasihat Badan Pemenangan Nasional (BPN) Koalisi Prabowo-Sandi ini seperti dikutip Antara, Kamis 11 Oktober 2018.
Ikhwal Prabowo yang terkepung ini, bermula dari pernyataan Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani yang menilai semua kekuatan saat ini berpihak pada incumbent.
Hidayat mengatakan, pengepungan pada Prabowo bisa dilihat dari pemberitaan beberapa media massa yang condong ke koalisi Jokowi-Ma'ruf karena para pemilik media-media tersebut berafiliasi ke koalisi tersebut.
"Lalu belum lagi terkait masalah para konglomerat, kalau dulu dalam konteks Pilkada DKI Jakarta ada istilah sembilan naga dan ini semacam itu juga terjadi," kata dia.
Hidayat menilai Prabowo saat ini juga dikepung lembaga survei yang mengeluarkan hasil surveinya yang menguntungkan petahana.
"Beliau (Prabowo) sebagai seorang pejuang dan petempur pernah menjadi Panglima Kostrad saya rasa itu malah asik buat beliau kalau orang semacam beliau tidak punya tantangan malah tidak asik," katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menilai Pemilu Presiden (Pilpres) 2019 merupakan masa terberat bagi Prabowo Subianto.
Hal itu menurut dia karena di Pilpres 2009 dan 2014, tidak ada pengerahan kepala daerah secara masif oleh calon petahana. Lalu di Pilpres 2019.
"Dari tiga kali Prabowo maju Pilpres, yang kebetulan saya tetap jadi Sekjen partai yang mengusung beliau, kami merasakan terus terang ini adalah bobot terberat beliau menjadi calon presiden," kata Muzani.
Prabowo telah tiga kali ikut Pilpres, pertama pada Pilpres 2009, Prabowo menjadi Cawapres berpasangan dengan Megawati. Di 2014, Prabowo menjadi Capres berpasangan dengan Hatta Rajasa, dan 2019 Prabowo menjadi Capres berpasangan dengan Sandiaga Uno.
Menurut Muzani, pada Pilpres 2009, tidak ada pengerahan kepala daerah secara masif oleh calon calon petahana.
Dia mengatakan, di saat yang sama kepala daerah yang diusung partai oposisi tidak berani menyatakan dukungan kepada pasangan Prabowo-Sandi
Selain itu menurut Muzani, beberapa lembaga survei juga merasa keberatan diminta bantuan kubu Prabowo-Sandi untuk melakukan riset dengan alasan satu dan lain hal.
Muzani juga merasa pemberitaan media massa pada Pilpres 2019 tidak seimbang karena banyak media memuat berita utamanya mengenai kegiatan Joko Widodo, sementara porsi yang diberikan kepada kubu Prabowo-Sandi sangat kecil.
Dia mengatakan, para pengusaha takut apabila memberikan bantuan kepada Prabowo-Sandiaga, maka kontrak kerjasama proyek bersama pemerintah yang menggunakan dana APBN dan APBD dihentikan. (ant/man)
Advertisement