Hidayah Sang Mualaf, Ini Kisah Imam Masjid New York
“Dalam sejarah Islam, kita diingatkan adanya keluarga Yasir (Aal Yaasir), isterinya Sumayya, Muslim pertama yang syahid di jalan Allah, dan putranya Ammar bin Yasir. Semuanya tegar di jalan Allah, tidak goncang dengan rintangan duniawi. Mereka tenang menghadapi gelombang tantangan hidup, dan menemukan kemuliaan di jalan Ilahi.
“Itu pulalah yang terjadi di Amerika. Sekitar 3 tahun silam, seorang wanita keturunan Hispanic (Colombia) menerima Islam. Awal wanita ini bersentuhan dengan Islam karena kenalan dengan seorang lelaki Muslim.”
Demikian pesan kebaikan Imam Shamsi Ali, imam Masjid di New York, Amerika Serikat. Untuk ngopibareng.id, Presiden Nusantara Foundation memberikan taushiyah berikut:
Awalnya lelaki itu baik, lembut, dan menurutnya cinta kepadanya. Sehingga wanita itu tertarik dengan Islam dan masuk Islam. Merekapun memutuskan untuk menikah. Tapi setelah menikah lelaki itu berubah total, dari lembut menjadi kasar, dan kerap kali memukul isterinya. Bahkan setelah memiliki seorang anak, dia diceraikan begitu saja.
Sang wanita itupun kehilangan tempat tinggal, tanpa pekerjaan dan harus menanggung seorang anak. Diapun menumpang di sebuah shelter (penampungan gereja) di kota New York. Tapi alhamdulillah, dia tetap istiqamah dan terjaga dalam iman.
Setelah berusaha ke sana kemari mencari pekerjaan, diapun mendapat pekerjaan sebagai kasir di sebuah pertokoan. Dan di sanalah dia bekerja dengan seorang wanita lainnya yang juga keturunan Hispanic asal Meksiko.
Diam-diam sang wanita Meksiko itu memperhatikan teman kerja barunya itu. Salah satu yang dia perhatikan adalah pakaiannya yang selalu beda. Maklum pakaian wanita Hispanic, khususnya di musim panas, selalu minim alias “you can see”. Tapi wanita ini selalu tertutup rapih, bahkan kepala pun tertutup (hijab).
Tapi bukan itu yang dikagumi oleh sang wanita Meksiko tadi. Justeru yang diam-diam dikagumi darinya adalah bahwa dia selalu datang ke tempat kerjanya dengan senyuman, wajah ceria, seolah tiada masalah dan beban hidup.
Hingga suatu ketika di selah-selah kesibukan itu temannya bertanya: “anda itu selalu ceriah, tersenyum. Apakah kamu tidak punya beban dan masalah dalam hidup”?
Sang muallaf itu menjawab: “semua manusia punya masalah dalam hidup. Tidak satupun yang akan terbebas dari permasalahan hidup karena itulah tabiat kehidupan. Selama hidup selama itu pula pasti punya masalah. Dunia memang tempatnya ujian”.
Sang muallaf kemudian menceritakan pengalaman hidupnya yang pahit itu. Bagaimana dia kenalan dengan seorang Muslim, lalu menikah, dikasari dan lalu diceraikan di saat sudah punya anak dan tanpa kerjaan.
Temannya itu terheran-heran sambil bertanya: “kalau hidup kamu itu begitu berat, apa yang menjadikan anda nampak seperti tiada beban? Anda saya perhatikan tersenyum dan ceria sepanjang hari. Apa rahasianya”?
Sang muallaf itu tersenyum lagi lalu memandang temannya dengan serius dan berkata: “temanku, dunia dan segala isinya ini kecil, ringan, dan tiada apa-apa di hadapanku. Tantangan hidup itu bagian dari dunia. Karenanya semua itu kecil di mata aku”.
Teman itu semakin heran dan bertanya: “maksudnya”?
Sang muallaf itu dengan tenang, tapi tegas dan penuh kharisma mengatakan: “karena saya telah memiliki Dia yang memiliki semuanya. Allah ada bersamaku, kapan dan dalam situasi apapun”.
Jawaban ini menyentuh dan menggetarkan hati temannya. Diam-diam dia terus mendekat kepadanya, dan alhamdulillah hanya dalam beberapa hari dia pun ikut menerima Islam.
Itulah cerita kekuatan seorang Mukmin. Gambaran jiwa dan hati manusia yang pernah diekspresikan oleh Rasulullah SAW dan diabadikan di dalam Al-Qur’an: “Ketika merek berdua bersama sahabatnya dalam gua dan berkata kepadanya: jangan takut dan bersedih karena sesungguhnya Allah bersama kita” (Al-Quran).
Semoga Allah juga hadir dalam jiwa dan hati kita dalam menghadapi dahsyatnya gelombang hidup ke depan. Amin! (adi)