Hiburan Santri di Malam Ramadan, Main Bola Api Siapa Takut?
Sejumlah kegiatan dijalani para santri untuk mengisi bulan suci Ramadan. Selain peribadatan yang rutin seperti, salat dan mengaji Al Quran dan kitab kuning, mereka juga punya kegiatan lain seperti, olahraga.
Tetapi ada yang unik dan menarik, yang dilakukan para santri Pesantren Bani Rancang di Desa Lemahkembar, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. Mereka memainkan sepakbola api pada malam hari usai salat tarawih.
Sepakbola api di pesantren yang terletak di jalur pantai utara (Pantura) Probolinggo itu bisa dikatakan sudah tradisi. Karena biasa digelar terutama di malam bulan Ramadan.
“Sepakbola api di Pesantren Bani Rancang sudah tradisi lama, sejak saya kecil sampai sekarang masih terus dilestarikan,” ujar Ustadz Hasbulloh, salah satu anggota keluarga Pesantren Bani Rancang, Kamis malam, 6 Maret 2023.
Layaknya sepakbola pada umumnya, ada dua tim beranggota masing-masing lima pemain yang bertanding. Sebelum bertanding, mereka pun mendapat instruksi dari wasit terkait tata cara pertandingan.
Biasanya, sebelum pertandingan dimulai, Pengasuh Pesantren, Gus Agus Hasan Mu’tasim Billah memimpin doa. Gus Hasan kemudian menyulut bola dari kelapa kering yang direndam minyak tanah itu hingga bola api berkobar dan siap dimainkan.
Kedua tim kemudian berebut bola, menggiring, mengoper hingga memasukkan bola ke gawang lawan. Para pemain biasanya bertelanjang kaki alias tidak bersepatu. Mereka berkostum sarung dan mengenakan T-shirt (kaus) dan berkopiah.
Para santri laki-laki yang tidak ikut bermain bola, menjadi supporter. Demikian juga para santri perempuan, mereka memberikan semangat dengan bersholawat Nabi Muhammad SAW.
Suasana kian riuh jika bola api itu melesat menembus gawang lawan, “Goooooooooooooooool.” Para supporter berteriak kegirangan.
"Sepak bola api yang kita gelar ini merupakan salah satu tradisi Pesantren Bani Rancang untuk mengisi bulan Ramadan, dan pelaksanaannya pun dilakukan setelah tadarus atau setelah kajian kitab kuning, ujar Gus Hasan.
Gus Hasan pun berseloroh, meski Indonesia gagal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, tetapi pesantrennya sukses menggelar sepakbola api. “Sepakbola api sebagai hiburan setelah kita gagal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Justru sepakbola api ini lebih panas dan lebih seru,” ujarnya.
Sementara seorang santri, Muhammad Amrullah mengaku senang bisa ikut bermain sepakbola api. Awalnya ia takut kakinya akan melepuh terkena bola api.
“Ternyata, kedua kaki saya tidak merasakan panas saat menendang bola yang menyala-nyala. Sebab sebelum bermain, pengasuh pesantren sudah memanjatkan doa agar kami semua selamat,” katanya.
Bai Amrullah, selain merupakan tradisi di pesantrennya, bermain sepakbola api merupakan hiburan tersendiri bagi para santri. “Asyik dan heboh, saat ditendang bola semakin berkobar apinya, apalagi kalau melambung di udara,” ujarnya.