Hentikan Antagonisme Antarpendukung Capres! Pesan Ketua Umum PBNU
Masyarakat sedang berproses menuju pendewasaan dalam berpolitik. Menghadapi pelaksanaan pesta demokrasi, khususnya pemilihan presiden (Pilpres) seluruh rakyat Indonesia diimbau agar tidak meneruskan antagonisme di antara pendukung calon presiden yang berbeda.
"Pemilu 2024 merupakan agenda politik yang sekadar prosedur untuk ditaati dan bukan jihad fi sabilillah. Karena itu, (pemilu) ini cuma prosedur, bukan jihad fi sabililah, bukan perang badar, bukan soal hidup (atau) mati. Ini cuma soal prosedur untuk menentukan pejabat pemerintah, dalam hal ini adalah presiden dan juga legislatif".
Demikian dikatakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 9 Juni 2023.
Berulang kali dijelaskannya, NU bukan partai politik, sehingga posisinya sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam tidak memberikan dukungan terhadap calon presiden mana pun.
Putra kiai legendaris dari Rembang, KH M Cholil Bisri (almaghfurlah) memastikan NU tetap menjaga netralitas dan ketentraman masyarakat agar tetap harmonis dan tidak terjadi permusuhan antarkelompok karena agenda politik lima tahunan tersebut.
Gus Yahya pun mengimbau agar masyarakat mendukung Pemilu 2024 sebagai prosedur untuk menentukan pemerintahan dan wakil rakyat Indonesia.
"Saya ingin sampaikan kepada masyarakat bahwa pemilu ini cuma prosedur yang harus dilewati secara rutin untuk menentukan pemerintahan. Kalau sudah selesai prosedur ini, ya siapa pun yang terpilih, siapa pun yang menjadi pemerintah, ya, itu adalah pemerintah dari seluruh rakyat Indonesia," tutur pengasuh Pesantren Raudlatut Thalibiin, Leteh, Rembang, Jawa Tengah.
Dilarang Gunakan Label NU
Sebagaimana sering diungkapkan Gus Yahya, siapa pun yang ikut berpolitik tidak boleh menggunakan nama NU sebagai modal mengeruk suara.
"Siapa pun itu, walaupun orang NU, ndak boleh menggunakan identitas NU sebagai modal politik," ujarnya.
Bagi Nahdlatul Ulama, akan selalu mengupayakan politik bermoral dan tidak mengandalkan politik identitas yang hanya menyandarkan penggalangan dukungan berdasarkan identitas tertentu.
Dengan moralitas yang tetap terjaga, masyarakat Indonesia akan selalu dalam kondisi baik, khususnya menghadapi pelaksanaan pesta demokrasi yang dihelat setiap lima tahun sekali itu.
Soal Cawe-cawe Presiden
Pada bagian lain, Gus Yahya ikut berbicara menanggapi pernyataan Presiden Joko Widodo terkait cawe-cawe pada Pemilihan Presiden 2024.
Yahya Cholil menyatakan melihat hal tersebut sebagai upaya presiden melaksanakan tanggung jawab memelihara stablitas.
"Kami sih tidak melihat soal cawe-cawenya, ya. Ini soal upaya Presiden (Jokowi) untuk melaksanakan tanggung jawab memelihara stabilitas."
"Kalau mau dilihat dari sudut lain, ya, itu presiden, kalau ngomong dengan partai koalisinya, wajar saja soal cawe-cawe," ujar Kiai Yahya Cholil.
Gus Yahya menambahkan, tidak ada pembicaraan politik dengan Jokowi dalam pertemuannya tersebut, termasuk soal klarifikasi cawe-cawe yang belakangan kerap disampaikan Jokowi di beberapa kesempatan.
"Tidak ada (bicara cawe-cawe)," katanya.
Jokowi terakhir kali mengklarifikasi soal cawe-cawe politik saat menerima Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) beberapa waktu lalu.
Gerakan Keluarga Mashlahat NU
Menurut Gus Yahya, kedatangannya menemui Jokowi untuk melaporkan mengenai sejumlah agenda PBNU. Antara lain gagasan Gerakan Keluarga Mashlahat NU serta forum dialog antaragama dan antarbudaya untuk menyemarakkan forum ASEAN pada September mendatang.
"Itu kami mohon izin kepada presiden untuk menyelenggarakan forum ini dan beliau memberi izin."
"Sekarang kami sudah siap segala sesuatunya, tinggal tadi kami mohon saran tentang waktu pelaksanaannya."
"Karena kami juga berharap pak presiden bisa membuka dan memberikan pidato kunci dalam forum tersebut," kata Gus Yahya