Heboh Konsep Milk Al-Yamin Membolehkan Seks Bebas, Ini Kata MUI
Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengkaji konsep milk al-yamin Muhammad Syahrur yang membolehkan hubungan seks di luar pernikahan. Konsep ini kini ramai diperbincangkan setelah mahasiswa doktoral di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menuliskannya dalam sebuah desertasi.
"Kami berharap masyarakat tenang tidak perlu gaduh. Sebagai kajian ilmiah, ini tidak memiliki kekuatan untuk dijadikan fatwa. Jadi harus dikaji dulu desertasi ini," kata Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI KH Masduki Baidlowi, Selasa, 3 September 2019.
Menurut Baidlowi, konsep milk al-yamin merupakan sebuah konsep perbudakan yang kini sudah tidak ada lagi. Ayat yang digunakan dasar juga merupakan ayat saat berbudakan masih berjalan. Padahal saat ini perbudakan sudah tidak ada lagi.
"Al Quran diturunkan ketika zaman masih ada perbudakan. Saat itu memang ada ayat yang membolehkan menggauli istri dan budak-budak perempuan. Tapi sekarang seluruh negara sudah menghapus konsep perbudakan," ujarnya.
Agama Islam, kata Masduki, juga memiliki semangat progresif untuk menghapus perbudakan. Karenananya menafsirkan ayat tidak boleh hanya berkutat pada teksnya saja.
"Kami tidak menyalahkan karena itu kajian ilmiah. Tapi tetap harus kita kaji dulu, kita teliti alasan-alasannya seperti apa," ujarnya.
Sekadar diketahui, Desertasi Abdul Aziz di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menuai kontroversi karena membolehkan hubungan seks nonmaterial atau di luar pernikahan dengan batas-batas tertentu.
Promotor desertasi, Khoiruddin Nasution mengatakan, konsep milk al-yamin yang digagas Muhammad Syahrur sebenarnya perlu dikritisi karena Syahrur hidup dan menetap lama di Rusia, sebuah negara yang bebas dalam urusan pernikahan.
Milk al-yamin secara harfiah bisa diartikan sebagai kepemilikan penuh. Di masa lalau, milk al-yamin adalah sebuah kewenangan penuh atas budak perempuan untuk mengawininya, namun tetap wajib berlaku adil.
Dalam pandangannya, Syahrur mengatakan bahwa tidak hanya budak yang boleh dikawini, namun juga mereka yang diikat dengan kontrak hubungan seksual. Pandangan Syahrur yang kontroversial inilah yang dikaji Abdul Aziz.