Heboh Filler Penis, Hati-hati Ini Pesan Dokter
Filler penis mendadak viral lantaran banjir peminat. Dikutip dari laman Marca, ternyata bintang sepak bola Cristiano Ronaldo juga pernah melakukan tindakan ini. Tujuan suntikan ini hanya untuk keperluan estetika. Selain itu, Cristiano Ronaldo rajin fitnes dan diet untuk kebugaran tubuhnya sebagai atlet, demikian disampaikan dokter pesepak bola 37 tahun itu.
Menurut spesialis bedah plastik di Spanyol, dokter Seteban Sarmento kepada Sports Keeda, toksin botulinum atau botox bisa meningkatkan ketebalan penis.
"Ini adalah penggunaan estetika murni yang tidak memiliki niat lain selain untuk memperbaiki alat kelamin pria. Ada dua suntikan setahun, setiap enam bulan Anda harus melakukan retouching agar baik-baik saja sepanjang tahun," ujarnya.
Dokter botox sekaligus pemilik klinik pembesaran penis di Marylebone, London, Razvan Vasilas menuturkan, semakin banyak perempuan tidak sungkan datang kepadanya untuk memesan prosedur tersebut karena pasangannya malu berkunjung secara pribadi.
"Pria terlalu malu. Perempuan yang datang ke klinik melihat prosedurnya di media sosial dan mereka memesan untuk pasangannya," ungkapnya kepada DailyStar.
Dua Sesi Filler Penis Rp16-26 Juta
Meski hasilnya bisa memuaskan, bukan berarti hal ini bersifat permanen. Efek filler penis hanya berlangsung selama dua tahun. Jika ingin tetap bertahan, pasien tersebut harus menyuntikan fillernya kembali.
Prosedur pembesaran penis ini memakan waktu selama 20 menit dengan penyuntikan hyluronic acid menggunakan kanula, semacam tabung yang dapat dimasukkan ke tubuh. Terdapat dua sesi filler penis dengan masing-masing biasanya sebesar Rp16 juta hingga Rp26 juta.
Risiko dan Efek Samping
Filler penis tentu tidak bebas risiko. Efek samping filler penis meliputi pembengkakan, hipersensitivitas, asimetri, nodul, dan kerusakan penis. Risiko terbesar adalah teknik atau produk injeksi yang tidak tepat.
Suntikan pengisi dengan jarum bukan kanula, atau menyuntikkan secara tidak sengaja ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan oklusi pembuluh darah.
"Risiko infeksi sangat kecil, tetapi bukan nol risiko," sebut dokter Neavin, dokter spesialis bedah di California, Amerika Serikat.
Dalam riset menunjukkan laporan efek samping terjadi pada 4,3 persen orang dari keseluruhan pasien. "Namun, sekecil apa pun tindakannya tetap ada risiko. Hasilnya juga tidak permanen," imbuh dia.