Waspada! Modus Pendanaan Terorisme Melalui NGO atau Ormas
Tindak pidana pencucian uang kerap kali dijadikan modus utama pelaku kejahatan terorisme dan tindak pidana korupsi. Pelaku sering menyamarkan transaksi keuangan melalui rekening pihak lain agar tidak terendus.
Hal ini diungkapkan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan RI, Ki Agus Ahmad Badaruddin dalam diskusi bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Malang dalam rangka menyambut hari ulang tahun AJI ke-25, Rabu, 7 Agustus 2019, di Wisma Kalimetro, Kota Malang.
"Antara pencucian uang dengan terorisme itu bagaikan pisau bermata. Pencucian uang bisa dilakukan dengan menyamarkan identitas, menaruh uang di banyak rekening, bisa atas nama keluarganya bahkan memalsukan identitas," katanya.
Kata Agus, selain itu penyamaran itu juga dalam bentuk transaksi dalam dana funding untuk lembaga non-profit di Indonesia.
"Funding seperti dana kemanusiaan juga kadang dimanfaatkan untuk menyamarkan masuknya dana terorisme. NGO juga harus paham dengan hal ini, karena bisa saja agenda mereka dimanfaatkan untuk terorisme," katanya.
Untuk membentengi hal tersebut, Agus mengatakan telah diterbit Perppu No 2 tahun 2017 mengenai ormas. Di dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa bagi lembaga atau ormas yang menerima sumbangan wajib melakukan identifikasi mengenai asal sumbangan dan tujuannya.
"Demikian pula kalau kita memberikan sumbangan, harus diketahui juga lembaga tersebut seperti apa," katanya.
Lembaga-lembaga yang patut diwaspadai itu sudah terdaftar dalam website ppatk.go.id. Dalam website milik PPATK itu tercantum Daftar Terduga Teroris (DTT) dan Organisasi Terduga Teroris (OTT).
Selain melalui rekening (perbankan) modus yang sering dilakukan adalah melalui penyimpanan uang dari hasil usaha.
"Ada juga mereka yang disuruh bosnya mendirikan usaha seperti jualan obat herbal, servis handphone, yang nanti uangnya tersebut disetorkan untuk mendanai agenda terorisme. Inilah yang sulit untuk ditelusuri," kata Agus. (teo)