PolMark: Dukungan untuk Jokowi Masih Mengkhawatirkan
Survei dari PolMark Indonesia menunjukkan dukungan untuk Jokowi -Ma'aruf Amien masih rendah. Kesimpulan ini hasil dari survei 73 daerah pemilihan (dapil) yang sudah dilakukan sejak Oktober 2018 sampai Februari 2019. Survei itu menyebut bahwa dukungan untuk petahana masih berada di angka 40 persen.
"Masing-masing dapil respondennya 440 kecuali satu dapil di Jawa Barat 3 karena suatu permintaan, kita buat 880 sehingga ada 32.560 responden agregatnya yang buat statistik. Di masing-masing dapil mencakup 92,9 memilih," ungkap Eep Saefulloh Fatah, Founder dan CEO PolMark Indonesia di Hotel Mercure Grand Mirama Surabaya, Selasa 5 Maret 2019.
Menurut Eep Saefulloh, dari hasil survei PolMark, kubu petahana meraih 40,4 persen suara. Sedangkan kubu penantang mengantongi nilai 25,8 persen. Sementara ada 33,8 responden yang belum menentukan pilihanya (undecided voters).
"Dari 40,4 persen dukungan untuk petahana, ternyata dalam survei kami ada pertanyaan apakah pilihan bisa berubah, 8,9 persen menyatakan iya. Dari sisi petahana ini sangat menantang sekaligus membahayakan," ujarnya.
Artinya, tutur Eep masih ada 48 persen suara yang sesungguhnya masih diperebutkan untuk pemilihan presiden 2019. Tinggal bagaimana penantang punya waktu atau tidak untuk mengejar ketertinggalan ini.
Eep Saefulloh, mengatakan kampanye petahana sudah dimulai sejak tahun pertama menjadi presiden. Eep menilai secara tidak langsung program kerja Jokowi adalah bagian dari kampanye.
"Petahana sudah bertahun-tahun melakukan kampanye dengan cara bekerja melayani warga negara. Sementara penantang baru diizinkan kampanye pada waktu yang ditentukan KPU," jelasnya.
Eep menambahkan dengan masa kampanye yang cukup lama tapi suara yang didapatkan belum sampai 50 persen merupakan hukuman publik kepada petahana (Jokowi).
"Hukuman ringan adalah belum memilih, sedangkan hukuman beratnya adalah tidak memilih," sambungnya.
Eep, menilai siapa pun yang memenangkan pemilu hanya memiliki perbedaan nilai tipis, karena dari kedua belah pihak tidak terlalu jauh jarah dukungan yang didapatkan. Ia pun melihat pemilihan kepala daerah DKI bisa terulang kembali pada pemilihan presiden 2019 mendatang.
Saat itu, pasangan Ahok-Djarot diunggulkan berbagai lembaga survei. Begitu pula dengan pemilihan kepala daerah DKI 2012 yang menunjukkan tren survei mengarah kepada Fauzi Bowo, nyatanya Pilkada dimemangkan oleh Jokowi-Ahok.
"Saya teringat Pilkada Jakarta Fauzi Bowo, waktu itu juga mengalami situasi yang mirip dengan pemilihan presiden yang akan terjadi nanti. Pak Basuki pada 2017 juga menghadapi persolan serupa. Maka dari itu kami tidak heran kenapa petahana mengikrarkan perang total, karena untuk menuju bagian dari pertarungan (17 April 2019)," pungkasnya. (pts)