Hasil Survei, 31,5% dari 2000 Responden Sudah Disiplin 3M
Arahan pemerintah untuk memakai masker, menjaga jarak aman, dan mencuci tangan atau 3M harus diterapkan secara disiplin oleh masyarakat guna mencegah penularan covid-19. Sebab 3M merupakan satu paket protokol kesehatan yang direkomendasi para ahli dan dokter.
Berdasarkan rilis Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) yang diterima Ngopibareng.id, AC Nielsen bekerjasama dengan UNICEF melakukan survei untuk menggali sikap masyarakat terkait praktik pencegahan covid-19 pada kehidupan sehari-hari. Survei dilakukan pada 6 kota besar di Indonesia dengan jumlah 2000 responden.
Hasil survei tersebut, 69,6% responden mengaitkan Covid-19 dengan aspek negatif seperti, berbahaya, menular, darurat, mematikan, menakutkan, khawatir, wabah, pandemi, dan penyakit. Meski mayoritas responden mengasosiasikan Covid-19 dengan aspek negatif, namun hal ini justru bisa mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak positif dalam mencegah penularannya.
Untuk perilaku masyarakat terkait 3M menunjukkan 31,5% dari seluruh responden melakukan seluruh perilaku 3M secara disiplin. 36% dari total jumlah responden melakukan dua dari perilaku 3M. Sementara 23,2% melakukan 1 dari perilaku 3M. Hanya 9,3% dari responden yang tidak melakukan kepatuhan terhadap 3M sama sekali.
“Apabila kita analisa secara individual, menjaga perilaku jaga jarak (47%) lebih rendah daripada memakai masker (71%) dan mencuci tangan (72%). Khusus untuk jaga jarak, ternyata didapatkan adanya aspek norma sosial yang berperan di sini. Seperti, merasa tidak enak menjauh dari orang lain, orang lain yang mendekat ke saya, atau berpikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak,” terang Konsultan UNICEF, Risang Rimbatmaja, dalam acara Dialog Produktif bertema Keterlibatan Masyarakat dalam Respon Pandemi COVID-19 yang diselenggarakan KPCPEN, Rabu, 4 November 2020.
Mengenai kesalahan persepsi bahwa orang yang kelihatan sehat, dianggap tidak bisa menularkan penyakit juga menjadi faktor rendahnya penerapan perilaku menjaga jarak di kalangan masyarakat.
“Yang tidak kalah menonjol adalah salah persepsi, saya sehat atau orang lain sehat kenapa harus jaga jarak? Kelihatannya konsep Orang Tanpa Gejala (OTG) masih belum betul-betul berada di benak masyarakat,” jelasnya.
Sementara itu, UNICEF Communications Development Specialist, Rizky Ika Syafitri, menyatakan, rasa takut apabila dimanfaatkan dengan benar, bisa mengarahkan ke arah perilaku yang lebih baik.
"Karena kalau tidak diolah dengan baik rasa takut ini hanya akan jadi ketakutan saja, tidak menjadi aset untuk mengolah perubahan perilaku.” ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Dia menambahkan, mengenai konsep OTG, masyarakat luas perlu mengetahui konsep OTG. Karena masyarakat menjadi merasa tidak perlu menjaga jarak jika belum benar-benar memahaminya. Apabila masyarakat mengetahui lebih jauh lagi soal cara penularan covid-19, diyakini masyarakat akan melakukan pencegahan lebih disiplin lagi.
“Tentunya semakin baik pengetahuannya semakin berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan COVID-19 yang lebih baik dan disiplin.” ujar Rizky Ika Syafitri.
71% responden berpikir bahwa penularan covid-19 hanya melalui orang yang batuk dan bersin. Hanya 23-25% responden yang menyebutkan penularan covid-19 melalui berbicara dan bernafas. Ini menjelaskan, mengapa menjaga jarak dianggap tidak terlalu perlu saat berbicara dengan orang lain selama lawan bicara tidak batuk atau bersin.
Untuk mengedukasi masyarakat akan pentingnya perubahan perilaku, penting juga bagi masyarakat untuk mengetahui sumber informasi yang terpercaya. Temuan riset menunjukkan, televisi adalah sumber informasi yang paling dipercayai masyarakat mengenai Covid-19. Kemudian diikuti koran, radio, media sosial, grup WhatsApp, pemberitaan media online, dan situs internet.
“Jadi kalau untuk perubahan perilaku, kita cari tahu yang terpercaya. Karena kalau terpercaya, asumsinya masyarakat akan mau melakukan perubahan yang disampaikan. Medium televisi masih menjadi salah satu penyaluran terkuat untuk dimanfaatkan. Yang menarik juga di sini tokoh masyarakat dan tokoh agama masih didengarkan oleh masyarakat.” Ujar Rizky Ika Syafitri.
Pentingnya edukasi lebih lanjut membantu membentuk kerangka pikir pada masyarakat agar mengubah perilaku pencegahan COVID-19 lebih disiplin lagi. Harus dipastikan untuk penanganan covid-19 masyarakat mengakses sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Untuk informasi covid-19 sudah ada website, www.covid19.go.id, yang didalamnya terdapat fitur hoax buster untuk memastikan informasi tersebut benar atau hoax.” pungkasnya.