Hasil Riset: Netizen Indonesia Akhirnya Kompak, Menudukung Palestina
Keputusan sepihak Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel mendapat perhatian yang sangat besar dari netizen Indonesia, bahkan netizen Indonesia bersatu mendukung Palestina.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator (I2), Rustika Herlambang, di Jakarta, Senin, mengatakan, dukungan kepada Palestina merupakan percakapan terbesar kedua di linimasa pasca-keputusan Trump.
Netizen, kata dia, menolak keputusan Amerika yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pihak lain. Netizen mengaku khawatir keputusan Trump tersebut dapat memicu instabilitas dunia dan memantik kemarahan umat Islam.
Berdasarkan hasil riset Indonesia Indicator (I2), sebuah perusahaan di bidang intelijen media, analisis data, dan kajian strategis dengan menggunakan software AI (Artificial Intelligence), sepanjang 6 Desember-10 Desember 2017 hingga pukul 13.00 WIB, terdapat sebanyak 60.328 percakapan dari 23.146 akun manusia yang merespons kebijakan kontroversial Trump tersebut.
Menurut akun-akun yang merespons kebijakan pemerintah Paman Sam itu berasal dari hampir seluruh provinsi di Indonesia. DKI Jakarta merupakan lokasi netizen terbanyak, disusul Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kaltim dan Kalsel.
"Kecepatan Presiden Jokowi dalam merespons isu Palestina merupakan salah satu pemicu percakapan tertinggi di Twitter, yakni sebesar 16.674 tweet," ujar Rustika.
Netizen, kata Rustika, memberikan dukungan sepenuhnya atas langkah yang telah dilakukan oleh Presiden Jokowi.
"Emosi terbesar perbincangan adalah trust yang berisi dukungan dan kepercayaan pada Pemerintah atas langkah yang telah dilakukan. Sementara itu, sentiment negative tercatat sebanyak 42 persen, sentiment netral dan positif masing-masing sebesar 29 persen," ungkap Rustika.
Presiden Jokowi meminta Menlu Retno Marsudi memanggil Dubes AS untuk RI agar menyampaikan pernyataan sikap pemerintah kepada Pemerintah Amerika, berkomunikasi dengan negara-negara yang tergabung di OKI, meminta PBB bersidang, hingga sikap-keras Presiden dalam mengecam kebijakan Trump. Untuk hal yang terakhir ini, kata Rustika, netizen memberikan pujian kepada Jokowi.
Sentimen dan Emosi
I2 menemukan sebanyak 42 persen sentiment negatif yang dilontarkan netizen atas isu ini. Sentimen ini banyak dimunculkan dari pemilihan kata-kata yang negatif terkait keputusan sepihak Trump tersebut.
Seperti juga pernyataan Presiden Jokowi yang mengecam, kata yang dipakai netizen lebih banyak dimunculkan dari kata yang memberikan persepsi negatif seperti kecaman, amarah, menolak, mengutuk, perang, provokasi, dan lainnya.
Sementara sentiment positif sebesar 29 persen lebih banyak dinyatakan dari dukungan, dorongan, dan simpati netizen kepada Palestina. Sementara sentiment netral lebih banyak karena bicara soal fakta atau liputan pemberitaan. Termasuk juga komentar netizen Malaysia dan Indonesia yang membandingkan pernyataan PM Malaysia dengan Presiden Indonesia.
Menurut Rustika, sebanyak 49 persen netizen menunjukkan emosi trust yang menunjukkan dukungannya terhadap keputusan Presiden Jokowi, dukungan pada Palestina, menolak keputusan Trump, hingga ajakan boikot produk AS.
"Emosi terbesar kedua, anticipation, sebesar 25 persen dimunculkan dari harapan dan empati netizen," paparnya.
Emosi ini diantaranya dihadirkan dari keinginan netizen agar Trump mengurungkan niatnya serta harapan agar Yerusalem tetap dibiarkan sebagai kota suci untuk tiga agama.
Dari sisi demografi, netizen berusia 26-35 tahun mendominasi percakapan sebesar 35 persen. Mereka, kata Rustika, memberikan dukungannya pada Palestina melalui hashtag seperti kamibersamapalestina, aksibelapalestina, saveAlAqsa.
Sementara netizen berusia 18-25 tahun lebih menunjukkan posisi mereka dalam Palestina dengan semangat yang menyala-nyala untuk membantu Palestina dan juga dukungannya pada keputusan Presiden Jokowi.
"Menariknya, netizen yang berusia di atas 35 tahun lebih banyak menyebut nama Trump atau membuat hashtag Trump.
Dalam riset ini, percakapan mereka lebih bada analisis kebijakan yang kontroversial ini," kata Rustika.
Ia mengungkapkan, Palestina telah menyatukan netizen di Indonesia. Sepanjang percakapan tiga hari terakhir, hampir tidak ditemukan percakapan yang mendukung kebijakan Pemerintah AS tersebut. (frd)