Harley Sultan
Dua pekan lalu, serombongan pengendara Harley Davidson dari Surabaya menyusuri aspal di Kalimantan. Mulai dari Kalimantan Timur hingga Kalimantan Selatan. Melalui jalanan yang mulus di tengah hutan.
Di tengah jalan, mereka sempat bertemu dengan rombongan pengendara Harley lainnya. Salah satunya seorang rider berusia 79 tahun asal Blitar, Sulistyo. Pengusaha alat-alat berat ini touring bersama anak-anaknya.
“Sungguh kami baru tahu kalau jalan-jalan di Kalimantan sekarang sangat mulus. Ratusan kilometer dan melewati banyak hutan. Jadi kami betul-betul bisa menikmati suasana Indonesia yang baru,” ujar Mursyid Murdiantoro, pengacara yang belum lama menggemari Harley ini.
Arek kelahiran Magetan, Jatim ini, sempat jengah. Sebab, selama ini, yang terkenal memiliki infrastruktur jalan yang bagus itu hanya di Jawa. Karena itu, ketika ia menyaksikan ratusan kilometer jalan arteri yang mulus di Kalimantan, pandangannya jadi berubah. Tak lagi mengentengkan kondisi di luar Jawa.
Bahkan pembangunan jalan non tol sering menjadi sasaran kritik terhadap Presiden Jokowi. Yang dianggap lebih mementingkan jalan tol berbayar ketimbang panjang pembangunan jalan arteri. Meski berkali-kali disodorkan data panjang jalan yang dibangun, toh kritik seperti itu tak pernah reda.
Mursyid bergabung dalam komunitas Harley yang menamakan diri dengan HSDI. Anggotanya ada 35 rider. “Namun yang aktif ikut kegiatan touring hanya sekitar 15 orang. Sebagai komunitas, kami lebih karena perkawanan. Untuk senang-senang sesama rider,” kata Aseng, rider yang ditunjuk menjadi koordinator komunitas ini.
Aseng yang juga kelahiran Blitar menjelaskan bahwa komunitasnya baru terbentuk Desember 2022 lalu. Dulunya mereka tergabung dalam komunitas Arek Bambu Runcing (ABR). Ini adalah komunitas motor gede dari berbagai merk. Ada moge buatan Jepang, Eropa dan Amerika.
Sebagian besar anggota ABR para rider tua. Sebelum ABR di Surabaya pernah punya HC Baya alias Harley Davidson Surabaya. Berdiri di tahun 1970-an. Anggotanya juga para senior. Karena ingin lebih hidup suasananya dan berkumpul dengan sesama penggemar Harley yang sefrekuensi, maka dibentuklah HDSI.
“Kami ingin ada suasana baru saja. Sehingga yang khusus Harley membentuk komunitas sendiri ini,” tambahnya. Sebagai komunitas, keanggotaan HDSI bisa luwes. Demikian juga dengan pola hubungan antar anggota yang bergabung di dalamnya.
“Kami ini berkumpul untuk seneng-seneng sesuai dengan hoby kita. Karena itu, setiap bertemu atau touring lebih banyak guyonnya. Karena itu, HDSI bisa juga diplesetkan menjadi Harley Davidson Soplak Indonesia,” kata Supriadi.
Komunitas ini memang unik. Ketika ditanya apa kepanjangan HDSI jawabannya bermacam-macam. Ada yang menyebut Harley Davidson Sultan Indonesia, Harley Davidson Suasana Indonesia, dan Harley Davidson Seluruh Indonesia.
Harley Sultan? Ya. Begitulah mereka dengan bercanda menyebutnya. Tapi ini ada benarnya. Apa pun, pemilik Harley adalah masuk kategori kelas sultan. Sebutan baru untuk orang yang berkecukupan. Sebab, kalau tidak mereka tidak bisa membeli Harley yang harganya setara mobil.
Menurut Giani Ferianto, Tito Herlambang dan Villas Robbina, harga baru Harley sekarang berkisar antara Rp 500 juta sampai Rp 1 Miliar lebih. Ketiganya adalah anggota komunitas yang sering ikut touring bersama anggota lain seperti Budi Lay Santosa dan Steven Awarsa Kusuma.
Setiap touring penghobi Harley juga perlu biaya yang tak sedikit. Mulai dari akomodasi hotel, tiket pesawat, delivery Harley melalui kapal dan sebagainya. Karena itu, hobi ini memerlukan kemampuan ekonomi sultan. Karena, selain harga motornya mahal, biaya pendukungnya lumayan.
Kenapa tidak bergabung dengan HDCI? Lah, mereka yang tergabung dalam HDSI ini juga anggota HDCI. Hanya untuk kegiatan touring mereka membentuk komunitas HDSI. Komunitas yang lebih longgar dan menekankan spirit kekeluargaan. Misalnya, jika saat touring ada yang motornya rusak, semua peserta ikut menunggunya.
“Tapi, kami kalau waktu touring ada yang motornya rusak, maka kami tunggui. Baru kalau memang sudah tidak bisa diperbaiki, motornya di-towing untuk meneruskan perjalanan. Kami juga tidak pernah ada pengawalan di jalan,” tambah Aseng.
Kelenturan HDSI inilah yang membuat Mursyid tertarik untuk bergabung. “Kita ini bermotor kan untung senang-senang. Kalau terlalu banyak diatur tidak asyik. Di HDSI di mana saja kami gojlok-gojlokan dan guyon antar anggota tanpa ada yang tersinggung dan jaim,” tuturnya.
Memang beda antara organisasi dan komunitas. Organisasi merupakan sekumpulan orang yang bersama-sama untuk mencapai tujuan. Mereka berkumpul dengan ikatan aturan. Sedangkan komunitas merupakan sekumpulan orang yang mempunyai habitat yang sama. Yang pertama lebih formal, yang kedua lebih longgar.
Mereka memang pengguna motor besar. Tapi tak mau jumawa menguasai jalan-jalan raya dengan kawalan polisi dan mengabaikan pengguna jalan lainnya. Hanya ingin menjadi kumpulan pengendara motor yang kagum dengan suasana negerinya, menjadikan lainnya sebagai saudara dan komunitas sesama hobi.
Saya pun ikut senang saat berkumpul dengan mereka. Meski saya bukan pemotor, apalagi penggemar Harley Davidson. Tapi mendengar celetukan mereka sedikit menurunkan ketegangan jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang sempat membuat prank nasional tentang batas usai capres dan cawapres.
Ngakak bareng dengan mereka lebih membuat awet muda ketimbang menunggu putusan yang beri peluang munculnya capres dan cawapres muda.