Harkitnas, Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh
Hari Kebangkitan Nasional atau Harkitnas diperingati setiap tanggal 20 Mei. Di era milenial, pemuda pemudi Indonesia juga harus mengerti sejarah Kebangkitan Nasional yang berkaitan erat dengan berdirinya sebuah organisasi pemuda yang bernama Budi Utomo.
Tahun ini, Hari Kebangkitan Nasional memasuki usia ke-113. Tema yang diusung adalah "Bangkit! Kita Bangsa yang Tangguh!". Tema ini dipilih sebagai pengingat bahwa semangat Kebangkitan Nasional dapat mengajarkan kita untuk selalu optimis dalam menghadapi masa depan. Selain itu, bersama-sama kita juga bisa menghadapi semua tantangan dan persoalan sebagai penerus ketangguhan bangsa.
Dikutip dari kominfo.go.id, tujuan peringatan Harkitnas ke-113 adalah untuk terus memelihara, menumbuhkan dan menguatkan semangat gotong-royong kita sebagai landasan dasar dalam melaksanakan pembangunan. Serta selalu optimis menghadapi masa depan, untuk mempercepat pulihnya bangsa kita dari pandemi Covid-19.
Sejarah Hari Kebangkitan Nasional
Hari Kebangkitan Nasional memiliki kaitan erat dengan berdirinya sebuah organisasi pemuda modern saat itu yang diberi nama Boedi Oetomo (Budi Utomo). Para pemuda pemudinya sudah memiliki kesadaran akan pentingnya semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran akan pentingnya memperjuangkan kemerdekaan negara indonesia dari kejamnya pemerintahan Hindia-Belanda.
Organisasi Budi Utomo tak hanya sebagai wujud kesadaran rakyatnya, namun juga keberanian pemudanya untuk mendobrak kemapanan ketika pemerintahan Hindia-Belanda menjajah Indonesia dengan memecah belah bangsa indonesia melalui dibentuknya kasta-kasta sosial.
Dikutip dari buletin Arsip Nasional tahun 2014 pada edisi 63 yang bertajuk Jejak Kebangkitan Nasional, menyebutkan bahwa anak-anak dari kaum priyayi (terpandang) diberikan kesempatan penuh dan luas untuk mendapatkan pendidikan dengan berbagai macam latar profesi. Sedangkan hal tersebut berbanding terbalik dengan pendidikan pribumi yang hanya mendapat didikan sebagai rakyat yang harus patuh serta setia, menjadi kaki tangan dan alat bagi penjajah semata-mata sebagai kepentingan atasan.
Buntut dari fakta tersebut, Sembilan orang mahasiswa dari School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA) mendirikan organisasi Boedi Oetomo (Budi Utomo) di lingkungan sekolah yang saat itu memiliki pengawasan sangat ketat dari pemerintah Hindia-Belanda. Tujuannya memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi kaum pribumi.
Tokoh-tokoh Kebangkitan Nasional
Budi Utomo menjadi sebuah organisasi awal dari pergerakan nasional di Indonesia. Budi Utomo berdiri pada tanggal 20 Mei 1908 dan menjadi organisasi modern pertama di Indonesia. Budi Utomo diambil dari bahasa Sansekerta bodhi atau budhi yang berarti keterbukaan jiwa, pikiran, akal, atau pengadilan. Beberapa pendiri Budi Utomo merupakan pelajar dari School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA).
1. Dokter Wahidin Sudirohusodo
Dalam buku Kumpulan Pahlawan Indonesia (2012) karya Minawarti, Wahidin Sudirohusodo lahir pada 7 Januari 1852 di Sleman, Yogyakarta. Wahidin menamatkan sekolah kedokteran di STOVIA bersama dengan Sutomo. Dirinyalah yang memberikan saran kepada Sutomo untuk mendirikan Budi Utomo.
Wahidin Sudirohusodo dikenal sebagai dokter yang dermawan dan suka bergaul dengan rakyat. dengan begitu, dirinya bisa merasakan dan menolong massyarakat yang kesusahan. Semangat nasionalisme Wahidin untuk membebaskan rakyat dari penjajahan tumbuh dalam dirinya. Untuk itu, pihaknya mengumpuilkan dana untuk mencerdaskan masyarakat yang tidak bersekolah.
Wahidin Sudirohusodo merupakan penasihat sekaligus motivator bagi Budi Utomo sekaligus di kalangan pelajar STOVIA. Wahidin Sudirohusodo wafat pada 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Desa Mlati, Yogyakarta. Gelar Pahlawan Indonesia doberikan kepada dokter Wahidin Sudirohusodo pada 6 November 1973.
2. Dokter Soetomo
Dokter Soetomo bernama asli Soebroto yang lahir pada 30 Juli 1888 di Nganjuk, Jawa Timur. Dilansir dari buku Riwayat Hidup dan Perjuangan dr Soetomo (1960) karya Angkasa, Soetomo merupakan dokter yang aktif dalam bidang politik.
Soetomo kemudian mendirikan perkumpulan dengan nama Budi Utomo sebagai sebuah organisasi pelajar. Karena saat itu, Belanda sangat melarang organisasi yang berbau politik. Setelah lulus pendidikan dari STOVIA pada 1911, Soetomo bekerja sebagai dokter dan harus bertugas berpindah-pindah tempat.
Soetomo dikenal sebagai dokter yang dermawan, karena banyak mengobati mayarakat tanpa biaya. Soetomo juga mendirikan Indonesiche Studie Club (ISC) yang melahirkan sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada 1931 ISC berubah menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
Karena terlalu sibuk dengan banyak kegiatan organisasi, kondisi fisik Soetomo menurun. Dirinya meninggal di usia 50 tahun pada 30 Mei 1938. Nama Soetomo diabadikan sebagai nama rumah sakit di Surabaya dan mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 27 Desember 1961.
3. Tiga Serangkai: Ki Hajar Dewantara, Ernest Douwes Dekker, Dr. Tjipto Mangunkusumo
Awalnya, Dr. Tjipto Mangunkusumo adalah seorang dokter profesional yang bekerja pada pemerintah Hindia Belanda. Bersama kedua temannya yaitu, Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo mendirikan organisasi politik yang mencetuskan pandangan kekuasaan ada di tangan rakyat, bukan Hindia Belanda. Pada tahun 1907, Tjipto Mangunkusumo pernah menulis sebuah artikel yang berisi kritikan menentang kondisi masyarakat pada masa itu yang menurutnya tidak sehat.
Sementara itu, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat merupakan tokoh pendidikan. Dia mengubah nama menjadi Ki Hajar Dewantara sejak tahun 1922. Bersama Tjipto Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij untuk menentang pemerintahan Hindia Belanda pada masa pergerakan nasional.
Sedangkan Dr. Douwes Dekker yang keturunan Belanda tidak segan menentang pemerintah yang keji pada masa itu. Lewat Indische Partij, Douwes Dekker mencurahkan segala macam pikiran dan pendapatnya untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Di balik momen kebangkitan nasional tersebut, terdapat perjuangan tokoh-tokoh kebangkitan nasional yang telah mengerahkan tenaga dan pikirannya demi kemajuan rakyat Indonesia.
Berbagai keberagaman yang ada, seperti keberagaman agama, suku, adat, budaya, hingga bahasa, merupakan keunggulan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Keberagamaan ini juga yang mempersatukan bangsa Indonesia.