Hari Kartini, Diperingati Sejak Era Presiden Soekarno
Indonesia memperingati Hari Kartini setiap 21 April. Hal ini berlangsung sejak tahun 1964, di era Presiden Soekarno.
Awal Mula Hari Kartini
Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Presiden Soekarno menetapkan Hari Kartini melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei 1964.
Dalam keputusan itu, Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Indonesia. Pemilihan tanggal 21 April, mengikuti hari lahir Kartini, pada 21 April 1987.
Peringatan Hari Kartini juga tetap berlangsung di era Presiden Soeharto. Perempuan Indonesia, baik anak-anak hingga dewasa, mengenang Kartini dengan berbagai kegiatan, seperti parade kebaya dan lomba busana kebaya Jawa.
Sepak Terjang Kartini
Kepahlawanan Kartini melampaui busana kebaya Jawa itu sendiri. Kartini yang lahir dengan nama Raden Ayu Kartini, dikenal karena pemikiran kritisnya tentang tradisi yang meminggirkan perempuan, ketika menulis surat dengan sahabat pena di Belanda, Rosa Abendanon.
Kartini yang gemar membaca, berpikir pengetahuan dan keterampilan, penting bagi perempuan di sekitar tempatnya tinggal, di Jepara. Meski ia tak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi, lantaran dipingit, ia mendirikan sekolah khusus putri ketika diperbolehkan keluar, di tahun 1898 di Jepara. Disana, ia mengajarkan keterampilan menjahit, menyulam dan memasak kepada para perempuan.
Bila di era yang sama, perempuan di Amerika Serikat memperjuangkan hak pilih dalam politik, Kartini di Indonesia memperjuangkan hak pendidikan dan kesetaraan dalam menambah pengetahuan juga menentukan sikap sendiri. Pemikiran yang kala itu dianggap melampaui masanya, di tengah tradisi yang menempatkan perempuan sebagai masyarakat kelas dua.
Di tengah keterbatasan dan lingkungan yang mengekang keinginannya untuk belajar, Kartini dinikahkan dengan Raden Adipati Djojo Adiningrat ketika berusia 24 tahun. Pernikahan tidak menyurutkan keinginannya untuk memajukan pendidikan perempuan di Indonesia. Saat itu, dengan izin suaminya, Kartini berhasil mendirikan sekolah khusus putri di Rembang. Sekolah itu kini dikenal sebagai Gedung Pramuka.
Meski, ia harus mengembuskan napas terakhir, sebelum melihat buah perjuangannya. Kartini meninggal ketika melahirkan putranya, Soesalit Djojo Adhiningrat, pada 17 September 1904. Jasad Kartini dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
Meski tak melihat gedungnya berdiri, nama Kartini tetap dikenang sebagai Pahlawan Kemerdekaan. Sekolah Kartini juga banyak didirikan di berbagai daerah.
Pemikiran Kartini untuk perempuan berdaya, yang tertuang dalam surat dengan sahabat pena di Belanda, diabadikan dalam buku berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang, atau Door Duisternis Tot Licht.
Advertisement