Hari Ini, 18 Tahun Silam Kematian Munir
Munir Said Thalib, hari ini 18 tahun silam, tepatnya 7 September 2004 meninggal dunia. Kematian Munir dijadikan para aktivis HAM sebagai Hari Pembela HAM Indonesia, mulai 2005 silam
Aktivis buruh dan HAM ini, meninggal diracun dengan bahan arsenic, saat perjalanan dengan pesawat dari Jakarta menuju Belanda. Namun sampai sekarang ini, pria kelahiran Batu, Malang, Jawa Timur 8 Desember 1965 ini, kasusnya belum menemukan titik terang. Karena siapa pembunuh utama pelakunya tidak bisa diseret ke pengadilan. Kasus kematiannya, jadi menggantung hingga 18 tahun lamanya.
Pihak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan membentuk Tim ad Hoc untuk penyelidikan kasus kematian Munir Said Thalib. Langkah pembentukan Tim Ad Hoc tersebut sebagaimana diputuskan dalam sidang paripurna pada Jumat Agustus 2022 lalu
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufik Damanik menyebutkan, kasus pembunuhan Munir akan mengacu Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Sedangkan anggota Tim Ad Hoc nantinya terdiri dari anggota komisioner mewakili unsur masyarakat. Tim Ad Hoc, sebuah panitia yang dibentuk untuk jangka waktu tertentu dalam menjalankan program khusus.
Sebagai catatan, pada 7 September 2022 ini, kasus yang menimpa Munir sudah genap berumur 18 tahun lamanya. Kasusnya akan kadaluwarsa karena penuntutan pidana dihapus setelah 18 tahun. Yaitu untuk kejahatan ancaman pidana hukuman mati atau seumur hidup.
Dengan status baru,diharapjan kasus kematian Munir tidak akan kadaluwarsa. Kini warga berharap Komnas HAM berhasil membentuk Tim Ad Hoc kasus kematian aktivis HAM tersebut.
Kematian Munir berawal ketika pria asal Batu, Malang ini, mengawali perjalanan dengan naik pesawat GA-974 pada Senin 6 September 2004. Tiga jam setelah pesawat lepas landas dari Singapura menuju Amsterdam, seorang awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang, seorang penumpang bernama Munir, duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak-balik ke toilet.
Ketika itu pilot meminta awak kabin terus memonitor kondisi kesehatan Munir. Selanjutnya Munir dipindahkan duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter. Dokter tersebut yang berupaya memberi pertolongan.
Perjalanan Jakarta menuju Amsterdam dengan pesawat terbang membutuhkan waktu sekitar 12 jam lamanya. Namun dua jam sebelum mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, saat diperiksa, Munir sudah meninggal dunia, tepatnya 7 September 2004. Jenazah Munir yang lahir di Batu, Malang pada 8 Desember 1965, dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Batu, Malang.
Polisi Belanda (Institute Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah dilakukan otopsi atas jenasah Munir, pada 12 November 2004. Temuan racun ini juga telah dikonfirmasi polisi Indonesia. Sayangnya hingga kini tidak diketahui siapa yang meracuni Ayah dua anak tersebut.
Jenazah Munir dimakamkan di Taman makam Pahlawan Batu, Malang. Pada tanggal kematian Munir pada 7 September, oleh para aktivis HAM dicanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia, mulai 2005 silam.
Semasa hidupnya dikenal sebagai aktivis yang konsisten. Usai lulus dari Fakultas Hukum Brawijaya, Malang, Munir menjadi aktivis sebagai relawan di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Cabang Surabaya. Selanjutnya menjadi Wakil Ketua Bidang Operasional Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).
Pria berambut ikal dengan warna hitam kecoklatan ini, juga ikut mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan (KontraS). Lembaga yang dirintisnya ini ikut menangani kasus penghilangan paksa dan penculikan para aktivis HAM pada tahun 1997-1998, dan mahasiswa korban penembakan tragedy Semanggi tahun 1998 silam.