Hari HAM Sedunia, Presiden Jokowi Singgung Kasus Paniai Papua
Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia diperingati setiap tanggal 10 Desember. Secara khusus, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun ini mengambil tema “Equality - Reducing Inequalities, Advancing Human Rights”.
Mengutip laman Office of The High Commissioner Human Rights (OHCHR), tema ini bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan memajukan hak asasi manusia di dunia.
Kesetaraan, sebut mereka, memiliki kekuatan untuk memutus siklus kemiskinan dan memberikan kesempatan yang sama pada semua orang. Kesetaraan juga membantu mengatasi akar penyebab konflik dan krisis.
Di tengah pandemi Covid-19, kesetaraan juga bisa berarti memberikan akses vaksin Covid-19 yang sama untuk semua orang.
"Kesetaraan berarti bahwa kita merangkul keragaman dan menuntut agar semua diperlakukan sama tanpa ada diskriminasi apa pun," ujar Komisaris Tinggi HAM untuk PBB, Michelle Bachelet.
Presiden Jokowi Singgung Kasus Paniai Papua
Pada peringatan Hari HAM Sedunia, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan pihaknya akan memproses pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat dalam kasus Paniai, Papua. Di mana aparat TNI diduga menembaki warga sipil, tepatnya 7 tahun lalu, atau 9 Desember 2014.
Presiden Jokowi telah memerintahkan jaksa agung untuk memproses dugaan pelanggaran HAM berat sesuai amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000. Ia ingin ada keadilan bagi warga negara dalam kasus-kasus itu.
"Salah satunya tadi disampaikan Komnas HAM, kasus Paniai Papua 2014. Berangkat dari berkas penyidikan Komnas HAM, kejaksaan tetap melakukan penyidikan umum untuk terwujud prinsip keadilan dan kepastian hukum," kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat 10 Desember 2021.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menegaskan setiap warga negara berhak atas perlindungan dan perlakuan yang setara dari negara. Dia menyebut tak boleh ada rakyat yang mendapat perlakuan berbeda karena alasan suku, ras, agama, atau gender.
Indonesia diketahui memiliki catatan 12 kasus pelanggaran HAM berat yang belum dituntaskan. Kasus-kasus itu saat ini berada dalam penanganan Kejaksaan Agung dan Komnas HAM.
Kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang dimaksud antara lain peristiwa 1965-1966; peristiwa penembakan misterius 1982 1985; Talangsari 1989; Trikasti, semanggi I, dan II 1998 1999; Kerusuhan Mei 1998; Penghilangan paksa 1997-1998; Wasior 2001 Wamena 2003; Pembunuhan dukun santet 1998; Simpang KAA 1999; Jambu Keupok 2003; Rumah Geudong 1989-1998; dan Paniai.
Sejarah Hari HAM Sedunia
Hari HAM Sedunia diperingati saban tahun di seluruh dunia pada 10 Desember. Hari ini dipilih karena bertepatan dengan diadopsinya Universal Declaration of Human Rights (UDHR) oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 10 Desember 1948 silam. Dengan demikian, sejarah Hari HAM Sedunia 10 Desember 2021 tak lepas dari ditetapkannya UDHR.
Mengutip laman Amnesty, UDHR mencakup beberapa hal seperti hak-hak politik, sipil, ekonomi, sosial, dan budaya. Deklarasi menguraikan 30 hak dan kebebasan yang menjadi milik setiap manusia.
UDHR sendiri dibuat sebagai tanggapan atas tindakan-tindakan brutal yang terjadi selama Perang Dunia II. Deklarasi ini mengakui hak asasi manusia sebagai dasar untuk kebebasan, keadilan, dan perdamaian.
UDHR sendiri mulai dirancang pada 1946 oleh perwakilan sejumlah negara termasuk Amerika Serikat, Lebanon, China, Australia, Chili, Prancis, Uni Soviet, dan Inggris.
Hari HAM Sedunia kemudian diresmikan pada rapat pleno Majelis Umum PBB ke-317 pada 4 Desember 1950. Kala itu, PBB menyatakan sebuah resolusi dan mengajak semua negara anggota dan organisasi lain untuk memperingati Hari HAM dengan caranya masing-masing. Hari ini kerap dijadikan momentum aksi massa yang menuntut ditegakkannya hak asasi manusia.