Harga Gabah Pemerintah Naik, Penjualan Petani Jember Malah Anjlok
Badan Pangan Nasional (Bapanas) menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. Dalam ketetapan itu HPP gabah antara Rp 4.550 sampai Rp 5.700 per kilogram. Penetapan HPP gabah berdasarkan hasil kesepakatan antara pemerintah dan industri itu, ternyata berdampak terbalik terhadap harga gabah di Kabupaten Jember. Bukannya semakin tinggi, justru anjlok.
Ketua Asosiasi Petani Pangan Jawa Timur Jumantoro mengatakan, berdasarkan HPP yang sudah ditetapkan dan berlaku per 27 Februari 2023 hingga batas yang belum ditentukan itu, HPP Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 4.550 per kilogram.
Sementara HPP di tingkat penggilingan Rp 4.650 per kilogram dan untuk gabah kering giling (GKG) tingkat penggilingan Rp 5.700 per kilogram. Dalam ketetapan itu juga diatur HPP beras medium di Perum Bulog Rp 9.00 per kilogram.
Meski mengalami kenaikan dibanding HPP yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 24 Tahun 2020, faktanya HPP tersebut di Kabupaten Jember belum dilakukan oleh pengusaha beras.
Sebelum Bapanas menetapkan HPP, harga gabah kering panen pada bulan Januari 2023 di Jember mencapai Rp 5.200 sampai Rp 5.700 per kilogram. Namun harga gabah saat itu antara Rp 4.200 sampai 4.500 per kilogram.
“Saya sudah keliling ke beberapa petani dan sawah, harga gabah di Jember terjun bebas. Punya saya sendiri baru kemarin panen laku 4.200 per kilogram, itu pun sudah agak memaksa kepada pembeli,” kata Jumantoro, Senin, 06 Maret 2023.
Menurut Jumantoro kondisi harga gabah yang anjlok di Kabupaten Jember sangat menyakitkan bagi para petani. Dengan harga Rp 5.000 saja , keuntungan yang didapat petani sangat tipis, apalagi di bawah Rp 5.000, petani bisa menerima kerugian yang cukup besar.
Sebab, biaya produksi pertanian saat ini cukup tinggi. Hal itu disebabkan harga pupuk dan obat-obatan yang mahal, ditambah ongkos tenaga kerja yang juga terus mengalami kenaikan, ditambah biaya sewa.
“Kami merasa prihatin dengan harga gabah di tingkat petani yang tidak sesuai harapan. Para pengusaha beras masih merasa takut membeli gabah sesuai harga yang ditetapkan pemerintah,” tambah Jumantoro.
Atas kondisi tersebut, Jumantoro mendesak ada keterlibatan pemerintah dan pemerintah daerah. Bupati, gubernur, dan presiden harus turun ke bawah melihat kondisi dan memperjuangkan nasib para petani. Kondisi petani saat ini semakin tak berdaya.
Jumantoro juga meminta pemerintah melibatkan petani dalam merumuskan HPP gabah. Jumantoro menilai perumusan HPP gabah oleh Bapanas beberapa waktu lalu, petani nyaris tak dilibatkan di dalamnya.
Dalam perumusan itu yang lebih banyak berkontribusi hanya kalangan pengusaha. Sementara petani yang berpanas-panasan di sawah tidak dilibatkan dalam melakukan penghitungan.
Lebih jauh Jumantoro menilai, HPP gabah yang ditetapkan oleh Bapanas sedikit terlambat. Semestinya pemerintah sudah menetapkan HPP gabah pada awal tahun.
“Ini Seharusnya awal tahun sudah ditetapkan. Ini serba salah di Indonesia. Pada saat gabah sudah terjual, HPP baru keluar. Kami berharap pemerintah menetapkan HPP yang menyejahterakan petani, bukan membunuh petani pelan-pelan,” pungkas Jumantoro.