Hardiknas, Mapala Jember Tuntut Pemkab Terbitkan Perda Sampah
Puluhan mahasiswa pecinta alam (MAPALA) Jember menggelar unjuk rasa di depan Pendapa Bupati Jember, Selasa, 02 Mei 2023. Dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mereka menyerukan enam tuntutan terkait persoalan lingkungan di Kabupaten Jember.
Koordinator aksi Adam Aziz mengatakan, hingga saat ini aksi perusakan lingkungan di Kabupaten Jember masih marak terjadi. Salah satu yang sering dilihat terkait aksi buang sampah sembarang yang dilakukan oleh sebagian warga Jember.
Salah satu sungai yang sering jadi tempat pembuangan sampah adalah Daerah Aliran Sungai (DAS) Bedadung. Selain itu, DAS Bedadung juga dicemari limbah rumah tangga maupun industri.
Berdasarkan ekspedisi yang dilakukan pada tahun 2021, Mapala menemukan 100 lebih timbunan sampah di DAS Bedadung.
Adam menilai, aksi buang sampah sembarangan yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Jember, salah satunya karena tidak ada regulasi yang mengatur tentang sampah di Jember. Karena itu, Adam mendesak Pemkab Jember segera menerbitkan Perda Sampah.
"Selama belum ada regulasi warga yang membuang sampah sembarang tidak bisa dipersoalkan. Mereka masih bebas membuang sampah,” kata Adam, Selasa, 02 Mei 2023.
Selain persoalan sampah, Mapala Jember juga menyoroti aktivitas penambangan yang ada di Kabupaten Jember. Berdasarkan RPJMD Jember, terdapat 11 titik lokasi tambang di Jember mulai dari Silo hingga Kecamatan Kencong.
Lokasi tambang berada kecamatan Silo, Tempurejo, Wuluhan, Ambulu, Puger, Gumukmas, Kencong, Mayang, Mumbulsari, Ledokombo, dan Jenggawah. Sehingga hal ini mengancam kelestarian alam khususnya wilayah hutan dan sepanjang pesisir pantai.
Aktivitas tambang yang marak di Jember telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Salah satunya hilangnya gumuk yang banyak berdiri di Jember.
Berdasarkan RPJMD Jember terdapat 1.670 gumuk di Kabupaten Jember. Gumuk yang menjadi identitas Kabupaten Jember semestinya dijaga. Sebab, hanya ada 3 wilayah di dunia yang memiliki gumuk, salah satunya Kabupaten Jember.
Namun, realitas saat ini, akibat lemahnya regulasi pemerintah terhadap pemeliharaan gumuk menyebabkan eksploitasi semakin marak.
“Salah satu fungsi gumuk adalah sebagai penahan angin sehingga sangat bermanfaat mengingat wilayah Jember sendiri dikelilingi oleh pegunungan dan pesisir pantai yang memiliki potensi bencana angin puting beliung yang tinggi. Namun, gumuk di Kabupaten Jember banyak yang sudah dieksploitasi,” tambah Adam.
Atas kondisi tersebut, Mapala Jember mengajukan enam tuntutan kepada Pemkab Jember. Pertama, Mapala meminta Pemkab Jember tegas dalam memberikan kontribusi dalam upaya pelestarian lingkungan Kabupaten Jember.
Kedua, menuntut pemerintah daerah Kabupaten Jember untuk mempertegas Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) dalam menanggulangi permasalahan pencemaran sungai dan penimbunan sampah DAS Bedadung.
Ketiga, Mapala menuntut Pemerintah Daerah Kabupaten Jember membuat perda larangan atau pengurangan plastik sekali pakai di Kabupaten Jember.
Keempat, meminta Pemerintah Kabupaten Jember untuk menolak seluruh aktivitas pertambangan di wilayah hutan dan pesisir di Kabupaten jember.
Kelima, menuntut Pemerintah Kabupaten Jember membuat perda untuk menjaga pelestarian gumuk di Kabupaten Jember, sebagai identitas Jember sebagai kota “seribu gumuk”. Keenam, meminta Pemkab Jember melibatkan mahasiswa pecinta alam dalam upaya pelestarian lingkungan yang ada di Kabupaten Jember.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jember Sugiyarto mengatakan, sampah di Kabupaten Jember hingga saat ini masih menjadi persoalan. Setiap individu di Kabupaten Jember menghasilkan sampah kurang lebih 0,5 kg per hari.
“Sampah kalau kita total rata-rata ada 0,5 Kg sampah per individu. Kalau ditotal dengan 2,6 juta jiwa penduduk Jember ada sekitar 1.300 ton sampah per hari. Tambah produksi sampah yang meningkat selama bulan Ramadan sebesar 10 persen,” kata Sugiyarto.
Dari total sampah yang diproduksi setiap hari, hanya 360 ton yang bisa diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir. Sementaranya sisanya biasa dikelola masyarakat, ada yang diletakkan di lahan dan sebagian dibuang ke sungai, dan sebagian lainnya dibakar.
Khusus masyarakat yang membuang sampah ke sungai, sudah menjadi kebiasaan turun-temurun di Kabupaten Jember. Sehingga untuk menyadarkan mereka diperlukan kolaborasi semua pihak.
“Masalah terbesar kita masyarakat Jember ini adalah budaya, budaya masyarakat kita yang masih senang membuang sampah sembarangan yang harus kita ubah. Kita mengubahnya memang butuh waktu dan juga butuh gerakan,” tambah Sugiyarto.
Sejauh ini, Dinas Lingkungan Hidup Jember berupaya membentuk agen-agen perubahan di tiap sekolah melalui program adi wiyata. Program tersebut diharapkan setidaknya bisa mengedukasi peserta didik agar bisa mengelola lingkungan hidup di rumah masing-masing.
Selain itu, Dinas Lingkungan Hidup juga sudah membangun tempat sampah di TPI Kecamatan Puger. Meskipun pada awalnya mendapat penolakan dengan alasan bau, namun masyarakat Puger saat sudah mulai membiasakan membuang sampah ke tempatnya.
Sementara terkait Perda Sampah yang menjadi tuntutan Mapala Jember sejauh ini sudah hampir selesai. Perda tersebut sudah teregister dan masih proses evaluasi di Bagian Hukum Pemkab Jember.
Kendati demikian, Perda tersebut tidak bisa serta merta diterapkan. Namun, masih perlu ada juknis yang dituangkan dalam Peraturan Bupati Jember. Setelah itu, Perbup tersebut masih perlu disosialisasikan kepada masyarakat.
Lebih jauh Sugiyarto mengakui penanganan sampah di Kabupaten Jember jauh tertinggal dari kabupaten tetangga. Karena itu, DLH Jember memberikan kesempatan agar semua pihak memberikan masukkan yang dapat dicantumkan dalam poin-poin Perbup tersebut.
Khususnya, DLH Jember ingin meniadakan penggunaan bungkus plastik di tempat perbelanjaan. Sugiyarto berjanji akan mensosialisasikan kebijakan tersebut kepada pengusaha berkolaborasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jember.
Setelah itu, DLH akan mulai menghentikan penggunaan plastik. Sebagai alternatif, DLH akan berkolaborasi dengan UMKM yang memproduksi tas-tas ramah lingkungan.
Sementara terkait Gumuk di Kabupaten Jember yang banyak dieksploitasi, Sugiyarto tidak bisa berbuat banyak. Sebab, penetapan Gumuk sebagai lokasi tambah merupakan kebijakan pemerintah pusat.
“Regulasinya dari kementerian sudah ada lokasi-lokasi yang bisa ditambang. Namun, itu hanya penentuan lokasi bukan izin tambang,” pungkas Sugiyarto.
Advertisement