Persebaya, Harapan Baru Pada Song For Pride
Peristiwa Persebaya lawan PSMS Medan ini sudah 25 tahun berlalu. Tapi tidak pernah hilang dari ingatan. Begitu menggoyahkan jiwa. Persebaya saat itu kalah sejak tendangan pertama dilakukan. Ada serangan mental yang membuat down pemain: berkumandangnya lagu Sing Sing So. Yang sangat masif. Dari suporter PSMS yang mendominasi stadion Gelora Bung Karno.
Suporter bonek sebenarnya tidak kalah dalam jumlah. Tret tet tet sangat legendaris. Bonek sekitar Jakarta juga membanjir ke GBK. Tapi Bonek saat itu belum punya senjata untuk melawan Sing Sing So. Belum ada Emosi Jiwaku. Belum ada Rek Aku Teko Rek. Dan yang utama belum ada Song For Pride. Bonek hanya meneriakkan yel yel tanpa nada. Dan akhirnya tenggelam total oleh magisnya nada Sing Sing So.
Persebaya kalah.
Skornya saya lupa. Tapi telak.
Saya punya keyakinan Persebaya bukan kalah dari PSMS tapi kalah oleh magisnya Sing Sing So.
Kini Bonek punya Song for Pride. Yang juga sangat magis. Saya merinding setiap kali mendengarkannya. Baik di Youtube apalagi di stadion. Mendengar Song for Pride dikumandangkan di stadion luar kota Surabaya membuat saya lebih merinding lagi.
Dalam final Liga 2 Selasa malam besok semuanya akan berbeda. Sudah begitu lama dua jagoan tidak bertemu. Sudah begitu lama Sing Sing So tidak berkumandang.
Persebaya juga sudah beda. Sudah punya senjata. Song For Pride. Tidak kalah magisnya. Bahkan lebih menghunjam di dada. Sing Sing So adalah lagu rakyat. Song For Pride adalah lagu perjuangan!
Maka besok malam itu, yang terjadi di stadion Lautan Api Bandung bukan hanya Persebaya lawan PSMS. Tapi juga pertandingan antar mantera modern: Sing Sing So vs Song For Pride.
Saya begitu tidak sabar ingin berada di tengah pertempuran dua mantera itu.
Sing vs Song.
*) Dahlan Iskan adalah mantan Ketua Umum Persebaya saat klub milik Arek Surabaya ini digdaya
Advertisement