Hapus Kekerasan Seksual, Ini Catatan Penting dari Munas NU
Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU) telah berakhir, Jumat 1 Maret 2019. Namun, ada catatan penting soal Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual. Peserta musyawarah menyepakati mendukung terbitnya RUU tersebut namun dengan sejumlah catatan.
Catatan yang dimaksud antara lain, forum merekomendasikan adanya perubahan nama RUU itu menjadi RUU Pencegahan Kekerasan Seksual dengan alasan agar aspek preventif lebih menjadi perhatian.
Persoalan yang menjadi pembahasan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Qanuniyah ini juga menjelaskan lima belas jenis kekerasan dalam pandangan syariat, antara lain segala perbuatan yang dapat mengantar pada perbuatan zina, atau perbuatan fâhisyah (tabu), pandangan langsung baik terhadap lawan jenis atau sejenisnya tanpa perantara media dengan niat melecehkan, serta segala tindakan yang melampaui batas syariat.
"Kondisi yang menoleransi “pemaksaan” (ijbar) ini pun diberikan sejumlah syarat, di antaranya tidak terdapat perselisihan yang nyata antara wali dan anak, calon suami dengan calon istri, calon suami adalah setara (kufu) dengan anak, serta tidak berpotensi merugikan/membahayakan/menyengsarakan anak."
Nur Rohman yang bertugas membacakan hasil sidang komisi mengingatkan agar diperhatikan jenis kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam fiqih. “Supaya ini didalami kembali, karena terkait pemaksaan perkawinan dan juga di situ terkait eksistensi wali mujbir, yang dikenal dalam kitab fiqih,” ujarnya di hadapan forum.
Pembasan tersebut, berlangsung ketika tahap sidang pleno terakhir pada Kamis 28 Februari 2019 malam. Forum kali ini berisi pembacaan hasil-hasil sidang tiap komisi untuk ditinjau lalu disahkan menjadi keputusan resmi.
Menurut forum, wali mujbir tidak boleh dipidanakan dan menilai jika itu terjadi merupakan tindakan kriminalisasi. Wali mujbir adalah ayah dan kakek dari ayah kandung yang punya otoritas “memaksa” dengan rayuan atas dasar kasih sayang (ijbar), bukan memaksa dengan ancaman (ikrah).
Kondisi yang menoleransi “pemaksaan” (ijbar) ini pun diberikan sejumlah syarat, di antaranya tidak terdapat perselisihan yang nyata antara wali dan anak, calon suami dengan calon istri, calon suami adalah setara (kufu) dengan anak, serta tidak berpotensi merugikan/membahayakan/menyengsarakan anak.
Selain membahas soal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, Munas Alim Ulama kali ini juga mendikusikan soal RUU Antimonopoli dan Persaingan Usaha. Sidang pleno yang sedianya berlangsung Jumat 1 Maret 2019 dilaksanakan lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Munas-Konbes NU telah ditutup pada Wakil Presiden Jusuf Kalla. (adi)