”Hantu” Film G30S/PKI yang Begitu Ditakuti?
Cuitan Pemimpin Redaksi TV One Karni Ilyas tentang gagalnya stasiun tv berita itu memutar film G30S/PKI membuka sebuah fakta : Ada yang panik, khawatir, bahkan takut dengan penayangan film besutan sineas (Alm) Arifin C Noer itu. Film itu tampaknya sudah menjadi hantu bagi rezim penguasa.
Melalui akunnya @Karniilyas, Kamis (27/9) menyampaikan sebuah permintaan maaf. “Awalnya kami memang berniat menayangkan film G.30.S/PKI. Tapi sayang tahun ini kami sudah tidak memiliki hak tayang film itu. Copy rights film itu sudah dibeli lebih dulu oleh perusahaan pemilik SCTV dan Indosiar dari Perusahaan Film Negara (PFN). Mohon maaf.”
Cuitan Karni langsung mendapat tanggapan yang cukup ramai. Salah satunya dari Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) “Bila benar copy rights film G30S PKI, sudah dibeli olh @SCTV_ & @IndosiarID lantas apa nggak bisa TVOne bekerjasama dg mrk,tayangkn film yg tahun lalu pun pak @jokowi ikut nobar bersama Panglima TNI? Kecuali kalau film itu mrk beli unt tak boleh ditayangkn lagi, olh siapapun jg?,” tanya HNW.
Bila benar copy rights film G30S PKI, sudah dibeli olh @SCTV_ & @IndosiarID_ lantas apa nggak bisa TVOne bekerjasama dg mrk,tayangkn film yg tahun lalu pun pak @jokowi ikut nobar bersama Panglima TNI? Kecuali kalau film itu mrk beli unt tak boleh ditayangkn lagi, olh siapapun jg? https://t.co/geMr1ZDRUm
— Hidayat Nur Wahid (@hnurwahid) September 27, 2018
Isu ini langsung bergerak menjadi bola liar. Maklumlah rencana penayangan film tersebut memang tengah banyak ditunggu. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo melalui akunnya @Nurmantyo_Gatot sudah jauh hari mengingatkan pentingnya penayangan film G30S/PKI. Melalui film tersebut bangsa Indonesia dapat tetap diingatkan bahaya laten komunisme. “Kalau KSAD tdk berani memerintahkan nonton bareng film G-30S/PKI, bgaimana mau mimpin prajurit pemberani & jagoan2 spt Kostrad, Kopassus, & semua prajurit TNI AD. Kok KSAD-nya penakut… ya sudah pantas lepas pangkat.”
1. Kalau KSAD tdk berani memerintahkan nonton bareng film G-30S/PKI, bgaimana mau mimpin prajurit pemberani & jagoan2 spt Kostrad, Kopassus, & semua prajurit TNI AD. Kok KSAD-nya penakut... ya sudah pantas lepas pangkat. Ingat! Tdk ada hukuman mati utk perintah nonton bareng,... pic.twitter.com/gOAQJpcyaV
— Gatot Nurmantyo (@Nurmantyo_Gatot) September 20, 2018
Gatot menambahkan “Ingat! Tdk ada hukuman mati utk perintah nonton bareng.Paling copot jabatan, bukan copot nyawa. Kalau takut, pulang kampung saja.”
Soal nonton bareng (Nobar) Film G30S/PKI tahun lalu juga menimbulkan kehebohan. Gatot saat itu masih menjabat Panglima TNI memerintahkan seluruh satuan TNI menggelar nonton bareng. Gatot menyatakan pemutaran film tersebut sangat penting untuk mengingatkan kalangan prajurit TNI tentang bahaya kebangkitan PKI. Politisi PDIP kompak menolak pemutaran film tersebut. Effendi Simbolon menilai pemutaran tersebut punya muatan politis. Sementara Presiden Jokowi tidak menjawab tegas setuju atau menolak. Dia hanya menyatakan film tersebut perlu direvisi dan disesuaikan dengan versi yang lebih kekinian.
Wajar bila politisi PDIP seperti kebakaran jenggot. Partai tersebut selama ini banyak dituding sangat dekat dan menampung sejumlah anak keturunan PKI. Kebetulan pula salah satu anggota DPR dari PDIP Ribka Tjiptaning secara terbuka mengakuinya. Dia pernah menulis sebuah buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI,” dan “Anak PKI Masuk Parlemen.”
Selain Ribka, Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma’arif menyebut Budiman Sudjatmiko dan Rieke Diah Pitaloka adalah dua anggota parlemen dari PDIP terindikasi “kiri.” Sebelum bergabung dengan PDIP, Budiman adalah aktivis dan pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD). Pada masa Orde Baru PRD dibubarkan pemerintah, dan aktivisnya dipenjara. Rieke yang terkenal dengan perannya sebagai “Oneng” dalam film Bajaj Bajuri disebut pernah membuat reuni anak-anak PKI di Banyuwangi, Jatim.
Di tengah pro kontra tersebut, sehari sebelum penayangan film G30S/PKI SMRC mempublikasikan sebuah hasil survei. Hasilnya cukup menarik. 86,8% responden mengaku tidak setuju soal adanya isu kebangkitan PKI. Sisanya, 12,6%, menjawab setuju isu PKI bangkit, dan 0,6% tidak tahu atau tidak menjawab.
SMRC juga menyebut bahwa isu kebangkitan PKI dimotori oleh para pendukung Prabowo pada Pilpres 2014. Mayoritas adalah pendukung PKS.
Melihat posisi SMRC yang sangat terlihat mendukung rezim Jokowi, survei itu dicurigai sebagai pesanan. Targetnya untuk mengaborsi isu kebangkitan PKI. Namun publikasi survei itu ternyata tidak cukup meyakinkan Jokowi. Secara mengejutkan Jokowi memutuskan ikut Nobar di Markas Korem Suryakecana Bogor. Mengenakan jaket merah, Jokowi duduk lesehan bersama para perwira militer, prajurit, dan masyarakat. Jokowi bahkan bertahan menonton film berdurasi hampir 4 jam itu sampai selesai.
Masih sangat digemari
Kembali ke soal TV One, penayangan film G30S/PKI tahun lalu ternyata sukses besar. Jumlah penontonnya super tinggi. Dari pantauan lembaga riset media Nielsen TVR /share penonton rata-rata 4.0%/32.2%. Rating/share tertinggi bahkan mencapai 4.7%/39.3%. Untuk mudahnya share menggambarkan jumlah penonton pada sebuah TV. Jadi pada saat penayangan film itu, TV One ditonton oleh 32.2% dari total semua penonton televisi di Indonesia. Jumlah tersebut sangat dahsyat, apalagi durasi filmnya hampir 4 jam.
Sebagai pembanding pembukaan Asian Games 2018 yang gegap gempita beberapa waktu lalu menghasilkan TVR 14%/57.2%. Namun jumlah tersebut merupakan total dari 11 stasiun tv yang menyiarkan secara serentak.
TVR/share film G30S/PKI juga mengalahkan sejumlah sinetron kejar tayang di beberapa stasiun tv lainnya. Sinetron Anak Langit di SCTV yang dinobatkan sebagai salah satu sinetron terlaris 2017 TVR/share tertingginya “hanya” 4,3/19,4%. ILC sebagai program terpopuler di TV One TVR/share tertinggi tercatat 3,9%/18.1% yakni saat menayangkan episode “Aksi Damai 411.” Saat itu yang menjadi sumber antara lain Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kapolri Tito Karnavian, dan Aa Gym.
Dengan melihat data-data jumlah penonton tersebut sangat wajar bila banyak yang khawatir dengan penayangan film G30S/PKI. Tidak seperti framing yang coba dibangun oleh Lembaga Survei SMRC, jumlah penonton itu menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat mendukung penayangannya, dan kekhawatiran akan kebangkitan PKI masih sangat besar.
Besarnya penonton juga menjelaskan dari sisi bisnis, pemutaran film ini akan sangat menguntungkan. TVR/share yang tinggi dipastikan akan mendatangkan para pengiklan. Pundi-pundi stasiun tv akan membengkak.
Menjadi pertanyaan besar mengapa ketika ribut-ribut TV One tidak menayangkan, tiba-tiba sehari kemudian Emtek yang menjadi induk SCTV dan Indosiar mengembalikan hak siarnya ke PFN sebagai pemegang hak cipta?
Benarkah seperti kecurigaan Hidayat Nur Wahid bahwa Emtek membeli hak siarnya agar stasiun televisi lainnya, terutama TV One tidak bisa menayangkan? Bila ini benar, sangat beralasan adanya kecurigaan bahwa pemerintah sangat khawatir dengan penayangannya. Secara halus mereka menggunakan tangan Emtek untuk menghalangi hak publik menontonnya? Dugaan lain, secara bisnis Emtek melihat adanya potensi bisnis besar. Mereka bergerak cepat membeli hak siarnya. Namun karena adanya tekanan, mereka mundur teratur.
Inilah pemberangusan media gaya baru. Bergabungnya para pemilik media besar —secara sadar, maupun terpaksa—ke kubu inkumben pada pilpres kali ini menjadikan opini publik menjadi tidak berimbang. Harusnya Dewan Pers, KPI, maupun para pegiat kebebasan pers mempersoalkannya.
Mari kita tunggu apakah TV One jadi menayangkan film G30S/PKI seperti cuitan Karni Ilyas Jumat (28/9) kemarin? Atau nasibnya sama seperti program ILC yang berkali-kali menghilang dari layar. Seandainya karena satu dan lain hal, termasuk karena tekanan, TV One batal menayangkan, publik tak perlu khawatir. Partai koalisi Prabowo-Sandi akan menggelar Nobar di seluruh Indonesia. Partai Berkarya besutan keluarga Cendana juga sudah mengabarkan akan menggelar Nobar di Pusat Perfilman Usmar Ismail, Kuningan, Jakarta.
Selamat menonton. Film G30S/PKI bukanlah film horor yang harus ditakuti. Yang lebih menakutkan bila PKI atau setidaknya semangat seperti PKI yang memusuhi ulama dan umat beragama bangkit kembali. end
*) Oleh Hersubeno Arief, wartawan senior yang kini menjadi konsultan media dan politik - Tulisan ini dikutip sepenuhnya dari laman hersubenoarief.com atas ijin penulis