Hamid Rusdi Pejuang Asal Malang, Pimpin Pasukan Bahasa Walikan
Pejuang Kemerdekaan asal Malang, Hamid Rusdi, adalah salah satu sosok yang namanya diabadikan di daerah tersebut. Mulai dari monumen di Jalan Simpang Balapan, Terminal Hamid Rusdi hingga Jalan Hamid Rusdi ada di Kota Malang.
Hamid Rusdi lahir pada 1911 silam di Desa Sumbermanjing Kulon, Kecamatan Pagak, Kabupaten Malang. Ia terlahir dari keluarga kaya-raya berkecukupan harta-benda.
"Hamid Rusdi lahir dari keluarga kaya-raya. Orang tuanya tuan tanah," ujar Pakar Sejarah Kota Malang, Agung Buana pada Senin, 7 Agustus 2023.
Jiwa patriotisme dari Hamid Rusdi mulai tumbuh sejak dia memasuki usia remaja. Bergabung dengan Pandu Ansor hingga bekerja sebagai sopir di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Lowokwaru.
"Ini masih banyak masyarakat yang belum tahu kalau Hamid Rusdi pernah bekerja sebagai sopir di Lapas Lowokwaru. Di sana ia dilatih oleh tentara Jepang," katanya.
Hamid Rusdi mendapatkan pelatihan militer dari tentara Jepang mulai 1943. Serangan bom atom di Kota Hiroshima dan Nagasaki pada 1945 membuat Jepang angkat kaki dari Indonesia.
Mengetahui Jepang yang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, Hamid Rusdi bersama dengan para pejuang lain melakukan pelucutan senjata kepada tentara Jepang.
"Pelucutan senjata tentara Jepang itu bukan perkara mudah. Tetapi Hamid Rusdi saat itu menjadi komandannya dengan gagah berani melucuti senjata tentara Jepang," ujarnya.
Setelah momen Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Hamid Rusdi direkrut menjadi Badan Keamanan Rakyat atau yang saat ini disebut TNI. Selama karier militernya Hamid Rusdi mendapatkan pangkat letnan kolonel.
Namun pada 1948, atas alasan efisiensi keuangan negara, pangkatnya turun menjadi mayor. Setahun berselang Hamid Rusdi kembali ikut dalam pertempuran Agresi Militer Belanda II.
Pada pertempuran ini Hamid Rusdi memimpin kelompok pejuang bernama Gerilya Rakyat Kota (GRK). Dari kelompok inilah bahasa walikan atau bahasa terbalik mulai digunakan. Tujuannya adalah untuk mengelabui mata-mata dari Belanda.
"Jadi contohnya apabila ingin bicara bagus sekali atau apik sekali diganti jadi kipa ilakes. Bahasa walikan ini untuk mengelabui Belanda saat itu," katanya.
Pada Agresi Militer Belanda II ini Hamid Rusdi mati di tangan penjajah pada 8 Maret 1949. Ia terkena senapan pasukan kolonial di pinggir sungai di Wonokoyo, Kedungkandang.
Hamid Rusdi meninggal dunia pada usia 38 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Suropati, Kota Malang, pada akhir 1949.
Advertisement