Halimah Yacob, Perjuangan Panjang Perempuan Melayu Jadi Presiden Singapura
Singapura: Perjuangan panjang selama 47 tahun, untuk mengembalikan citra etnis Melayu di Singapura, sebagai pemilik sah negeri tersebut. Halimah Yacob, yang mencetak sejarah sebagai perempuan pertama, Presiden Singapura. Tokoh berhijab ini pun, Rabu (13/09/2017) akan dilantik secara resmi sebagai Kepala Negara di Singapura. Dari etnis Melayu, terakhir kali, Yusof Ishak menjabat Presiden Singapura, 1965-1970.
Halimah telah dinyatakan sebagai satu-satunya kandidat yang memenuhi syarat. Sedang empat kandidat lainnya dinyatakan tidak memenuhi syarat oleh Departemen Pemilu Singapura. Demikian dikutip ngopibareng.id, dari media Singapura, Channel News Asia dan Reuters, Selasa (12/9/2017).
Pada Senin (11/9/2017) kemarin, Departemen Pemilu Singapura menyatakan hanya ada satu Sertifikat Kelayakan yang dikeluarkan pihaknya. Sebelumnya, Halimah dikenal sebagai Ketua Parlemen Singapura. Pengalamannya menjabat Ketua Parlemen Singapura selama tiga tahun turut membantu Halimah dalam memenuhi syarat pencalonan. Dia mencalonkan diri sebagai kandidat dari sektor publik.
Departemen Pemilu Singapura tidak menjelaskan lebih lanjut soal alasan penolakan empat kandidat lainnya. Namun dua kandidat di antaranya yang berasal dari sektor swasta dilaporkan tidak memenuhi syarat soal memimpin perusahaan dengan nilai aset minimum SG$ 500 juta, atau memiliki pengalaman dan kemampuan sebanding dengan sektor publik.
Inilah Figur Halimah Yacob
Sosok Halimah Yacob yang akan menjadi presiden wanita pertama di Singapura, ternyata gemar membolos sekolah semasa kecil. Siapa sangka, Halimah kemudian berhasil menjadi anggota parlemen, hingga akhirnya menjabat Ketua Parlemen Singapura selama 4 tahun terakhir.
Halimah yang kini berusia 63 tahun pernah dijuluki 'ponteng queen' atau 'ratu bolos sekolah' saat duduk di bangku sekolah menengah. Dia bersekolah di Singapore Chinese Girls' School meskipun berasal dari etnis Melayu yang minoritas.
Dituturkan Halimah, saat itu, dirinya nyaris dikeluarkan dari sekolah karena terlalu banyak membolos. Namun sebenarnya, alasannya membolos sungguh mulia, yakni untuk membantu ibundanya berjualan di kedai makanan milik kerabatnya. Ibunda Halimah, Maimun Abdullah, meninggal dunia dalam usia 90 tahun pada September 2015.
Sedangkan ayah Halimah meninggal dunia saat dia baru berusia 8 tahun. Sang ibunda terpaksa menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja keras untuk keluarga. Dituturkan Halimah, ibundanya biasa bekerja di kedai makanan sejak pukul 04.00 dini hari hingga pukul 22.00 malam setiap harinya.
"Saya tidak masuk sekolah untuk waktu lama dan akhirnya saya harus dipanggil ke kantor kepala sekolah dan diberitahu, 'Nak, jika kamu tetap tidak masuk sekolah, saya harus mengeluarkanmu dari sekolah'. Itu ultimatum terakhir," tutur Halimah penuh kenangan sambil tertawa kecil.
"Itu adalah salah satu momen terburuk dalam hidup saya. Tapi saya memberitahu diri saya, 'Berhenti mengasihani dirimu sendiri, bangkit dan terus maju'," imbuhnya.
Pola pikir itu lantas menjadi moto hidup Halimah, yang mengakui dirinya banyak mengalami hambatan dan kegagalan dalam hidup. Halimah sama sekali tidak berpikir untuk terjun ke dunia politik jika memikir ke belakang pada tahun 2001 lalu, saat dia terpilih menjadi anggota Parlemen. Halimah juga sama sekali tidak membayangkan akan mengikuti pilpres Singapura.
"Keinginan saya saat itu sederhana. Menyelesaikan sekolah dan mendapat pekerjaan, kemudian saya bisa menghidupi diri saya sendiri, ibu saya. Saya tidak punya banyak waktu," ucapnya kepada Channel News Asia.
Melihat ke belakang, Halimah menyebut pengalamannya menghadapi banyak mengalami kesulitan dan kegagalan telah membantunya untuk berempati dan memahami kesulitan dan tantangan yang dihadapi Singapura saat ini.
"Penderitaan seharusnya tidak menjadi penghambat. Saya pikir mungkin jika hidup saya jauh lebih mudah, saya tidak akan seperti ini sekarang. Tapi karena hidup saya sulit, itulah mengapa saya belajar begitu banyak hal, saya belajar untuk bertahan hidup," tandasnya.
Halimah menjabat Ketua Parlemen Singapura sejak Januari 2013 hingga Agustus 2017. Dia mengundurkan diri dari jabatannya juga dari keanggotaan Partai Aksi Rakyat (PAP) saat mencalonkan diri menjadi Presiden Singapura pada Agustus lalu. PAP merupakan partai politik yang sejak lama berkuasa di Singapura dan menaungi Perdana Menteri Lee Hsien Loong. Seorang capres di Singapura tidak boleh tergabung dalam partai politik mana pun.
Halimah ditetapkan sebagai satu-satunya capres yang memenuhi syarat dan telah mendapat Sertifikat Kelayakan dari Komisi Pemilihan Presiden (PEC). Empat capres lainnya gugur karena tidak memenuhi syarat. Jika tidak ada halangan, Halimah akan dilantik menjadi Presiden ke-8 Singapura pada Rabu (13/9) besok dan mulai menjalankan masa jabatannya pada Kamis (14/9) lusa. (adi/rtr)
Advertisement