Halaqah Internasional GP Ansor Bahas Ketegangan Rasial
Jombang: Hubungan antara Muslim dan non-Muslim, menjadi isu yang berkembang di berbagai Negara. Pergerakan golongan-golongan yang berpotensi mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara pun terus mengemuka. Di Indonesia, hal itu semakin mengeras menyusul adanya kelompok garis keras yang menjadikan perbedaan semakin tajam.
Itulah di antara problematika dibahas dalam Halaqah Internasional yang digelar Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor di GOR Hasbullah Said, PPBU (Pondok Pesantren Bahrul Ulum) Tambakberas Jombang, Minggu-Senin (21-22/5/2017).
Halaqah bertema "Menuju Rekontekstualisasi Islam Demi Perdamaian Dunia dan Harmoni Peradaban", melibatkan ISNU (Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama) serta GP Ansor Jombang.
Usai pembukaan, sesi pertama halaqah adalah pembahasan "gagasan-gagasan problematik dalam khazanah klasik mengenai politik, system hukum dan hubungan Muslim non-Muslim". Pembicara dalam sesi ini KH Yahya Cholil Staquf, Katib Am PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Kabir Helminski (Amerika), dan Yazid Bustomi (PP GP Ansor).
"Kita membahas persoalan negara-bangsa yang terjadi di berbagai negara berkaitan dengan interaksi muslim dan non-muslim. Di samping itu, pergerakan golongan-golongan yang berpotensi mengancam keutuhan berbangsa dan bernegara juga akan menjadi salah satu poin pembahasan dalam forum ini," ujar Ketua umum Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, pada ngopibareng.id, Senin (15/5/2017).
Menurut Gus Yaqut, untuk mendapatkan panduan keagamaan atas berbagai persoalan tersebut, sumber rujukan paling otoritatif yang secara luas masih diterima umat islam sebagai standart ottodoksi adalah khasanah pemikiran klasik, terutama fiqih (turats).
"Untuk itulah melalui halaqah ini kami ingin menawarkan gagasan (road map) untuk ditawarkan kepada negara-negara lain. Karena kita tahu beberapa Negara seperti Syiria, Iraq, dan Iran masih terjadi pergolakan. Kami ingin islam rahmatan lil alamin tidak hanya sekadar ada di wacana, tapi juga bisa menjadi solusi yang sebenarnya untuk perdamaian dunia," jelasnya.
Lebih lanjut Gus Yaqut memaparkan, hasil dari halaqah ini akan disampaikan ke Negara-negara di dunia. "Ya, hasilnya ini akan kami sebarkan ke penjuru dunia. Kami akan tour (keliling) dunia untuk menawarkan gagasan hasil halaqah ini," tandas Gus Yaqut.
Dalam halaqah internasional ini, tampil pembicara dari berbagai perwakilan Negara. Di antaranya, Syeikh Kabir Helminski (Kentucky, AS), Shuhaib Benseikh (Marseille, Prancis), Ayeikh Ahmed (Abbadi, Maroko), C Holland Taylor (Bayt Ar Rahmah, USA), Magnus Ranstorp (Stockholm, Swedia), Syeikh Mohammed Abu El Fadl (Kairo, Mesir), Ash Shisty (India), Syeikh Amru Wardani (Kairo, Mesir), Mouhanad Khorchide (University Of Munster, Jerman), dan perwakilan dari Malaysia.
Dihadiri 400 peserta, yang terdiri dari pengurus Ansor dari seluruh Indonesia, kiai-kiai pesantren, akademisi, Forum Musyawarah Ponpes, RMI (Rabitah Ma’had Islamiyah), dan utusan Banom (Badan Otonom) NU. ” Dialog dalam forum ini bersifat aktif, dengan saling menanggapi secara langsung baik narasumber dan peserta,” tambahnya.
“Berbagai pembahasan yang sudah dikaji dalam Halaqah Internasional ini, direkomendasikan untuk dibedah kembali di negara masing-masing. Karena bisa saja persoalan yang sudah dibahas ini akan relevan dengan yang terjadi di negara lain. Atau bisa saja hasil dari halaqah ini menjadi kesepakatan bersama lintas negara untuk perdamaian dunia dan harmoni peradaban,” tuturnya.
Pihanya juga memberi kesempatan aktif kepada sejumlah kalangan di dalam negeri, seperti perwakilan dari Muhammadiyah, pemerintahan, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme), dan BIN (Badan Intelejen Negara).
GP Ansor ingin mengetahui lebih detail melalui halaqah internasional tersebut. Nah, setelah mengetahui kondisi, forum nanti diharapkan bisa merumuskan peta jalan menuju rekontekstualisasi islam demi perdamaian dan harmoni peradaban. (adi)