Hakim Ziyech, Muslim Taat dan Penyayang Keluarga
Hakim Ziyech adalah salah satu pemain muslim yang bermain di liga top Eropa. Gelandang serang Chelsea itu dikenal sebagai pemeluk Islam yang taat. Maka tak heran, Ziyech diyakini menjalankan ibadah puasa ketika Premier League diputar di tengah bulan Ramadhan.
Saat ini, salah satunya yang ramai dibicarakan ketika ia membawa Chelsea menang 2-1 atas pemimpin klasemen Manchester City di pekan ke-35, Sabtu 8 Mei 2021 lalu. Di pertandingan itu, Ziyech tampil luar biasa.
Ia menjadi motor serangan Chelsea, sekaligus mencetak satu gol ke gawang Manchester City. Gol itu sangat berarti karena dari momentum itulah The Blues bangkit yang sebelumnya tertinggal mampu membalikkan keadaan lewat gol yang dicetak Marcos Alonso di pengujung laga.
Yang menarik perhatian publik dan menjadi perbincangan di kalangan suporter Chelsea, di laga itu Ziyech diyakini sedang menjalankan ibadah puasa. Maka wajar kemudian banyak netizen yang menyatakan kekagumannya.
Maklum, Ziyech tetap tampil trengginas meski dalam kondisi perut kosong. Pengakuan atas kinerjanya di lapangan semakin nyata dengan terpilihnya Ziyech sebagai Man of The Macth pertandingan tersebut.
Muslim Taat
Meski sejak kecil tinggal di Belanda dan tidak mudah berada di antara kaum minoritas pemeluk Islam di Negara Kincir Angin tersebut, keluarga Hakim Ziyech tetap mempertahankan keimanannya. Maka tak heran, tradisi Islam tetap melekat kuat pada diri Ziyech hingga kini.
Saat masih bermain untuk Ajax, Ziyech tak hanya sekali menjalankan ibadah puasa ketika bermain sepak bola. Salah satu momen terbesar yang diketahui Ziyech berpuasa terjadi pada 19 Mei 2019 dalam leg kedua semifinal Liga Champions 2018/2019 lawan Tottenham Hotspur.
Saat itu memang bertepatan dengan bulan Ramadhan. Kala itu Hakim Ziyech dan rekan setimnya di Ajax, Noussair Mazraoui tetap berpuasa ketika sedang bertanding.
Pada laga tersebut, kickoff dimulai pukul 21.00 waktu setempat. Sedangkan waktu buka puasa jatuh pada 21.15 waktu setempat. Hakim Ziyech dan rekannya itu tampil dalam kondisi berpuasa pada 15 menit awal sebelum berbuka.
Saat waktu berbuka, Hakim Ziyech dan rekannya itu menepi ke pinggir lapangan dan terlihat mengkonsumsi makanan sachet berupa gel dan kembali ke lapangan. Menariknya, usai berbuka, Ziyech mencetak dua gol untuk Ajax.
Ditinggal Ayah Sejak Kecil
Hakim Ziyech terlahir dari keluarga kurang mampu. Ia merupakan anak ke-9 dari Sembilan bersaudara, alias buncit. Kehidupan keluarga Ziyech sangat sulit di masa itu. Bahkan semakin parah setelah sang ayah meninggal dunia ketika Ziyech baru berusia 10 tahun.
Sejak saat itu, sang ibu berjuang sendirian untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Ziyech memang tak memberikan gambaran kehidupannya sejak kepergian sang ayah, namun bisa dipahami betapa sulitnya hidup tanpa sosok ayah sejak kecil.
Beruntung, Ziyech mendapat bimbingan dari sang kakak, Aziz Doufikar, yang kemudian berperan menggantikan peran sang ayah. Menjadikan Ziyech pribadi yang baik dan tidak salah arah.
Sempat Diisukan Terlibat Narkoba
Isu miring sempat menerpa Ziyech di saat kariernya sedang menanjak. Ziyech dikabarkan pernah terlibat penyalahgunaan narkoba. Namun, Aziz Doufikar mengklarifikasi kabar tersebut dan membantahnya.
Aziz sangat mengenal pribadi adiknya. Ia mengetahui betul pergaulan Ziyech karena ia yang membimbingnya sejak kecil dan mengenalkannya kepada sepak bola.
“Kabar dia terlibat narkoba itu sangat tidak benar. Ziyech anak yang sangat baik. Dia penyayang keluarga,” bantah Aziz.
Sayang Ibu dan Pilih Maroko
Hakim Ziyech dikenal sebagai sosok penyayang keluarga, terutama ibunya. Maka tak heran, ia mendedikasikan banyak gelar yang ia terima untuk sang ibu.
"Kehidupan ibu saya tidak mudah. Ia (ibu) baru 18 tahun saat ke Belanda. Ia juga bekerja untuk membantu ayah saya memenuhi biaya hidup. Membesarkan sembilan anak tentu tidak mudah," kata Ziyech mengenang masa sulit yang dialami keluarganya.
Saking sayangnya kepada sang ibu, Ziyech membawa ibunya ke panggung untuk menerima trofi ketika dirinya dinobatkan sebagai Pemain Terbaik Belanda pada musim 2017/2018.
"Saya tidak membutuhkan pelatih mental untuk tetap kuat. Saya sudah melewati banyak kepahitan dalam hidup. Kehilangan sosok ayah adalah hal terburuk. Semuanya dapat terjadi di kehidupan ini," kenangnya.
Pengaruh sang ibu yang berasal dari Maroko pula, Ziyech lebih memilih memperkuat timnas Maroko ketimbang bermain untuk Timnas Belanda yang notabene lebih menjanjikan.