Hakim Tolak Gugatan Perkara Limbah Popok di Sungai Brantas
Gugatan pencemaran limbah popok di sungai Brantas yang diajukan ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ditolak oleh majelis hakim. Penolakan itu diputus oleh hakim ketua, Jan Manoppo, dalam sidang putusan yang diselenggarakan di Ruang Sidang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Jalan Arjuna, Selasa 10 Desember 2019.
Salah satu hakim, Sigit Sutriono mengatakan, jika penolakan itu dilakukan karena telah menerima eksepsi yang disampaikan pihak tergugat, di antaranya Pemerinah Provinsi Jawa Timur, Kementerian Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
Selain itu, pria yang juga Humas PN Surabaya itu mengatakan, tidak diterimanya gugatan tersebut lantaran tidak memenuhi syarat. Salah satunya, gugatan yang dilayangkan tidak disebutkan secara rinci notifikasi atau permintaan hukumnya.
"Salah satunya, rincian notifikasi permintaan yang diinginkan penggugat ini tidak disebutkan. Padahal, itu sangat penting dalam persidangan ini," kata Sigit usai sidang.
Walau tidak diterima, Sigit mengatakan bahwa penggugat bisa kembali mengirim ulang gugatan dengan rincian yang lebih lengkap, atau bisa dengan melakukan banding.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Rulli Mustika Adya mengaku tidak puas dengan keputusan tersebut. Ia menilai, jika majelis hakim tidak memahami konsep yang dituangkan dalam surat gugatan.
Rulli mengatakan, dalam sidang tadi hakim hanya mempermasalahkan terkait hal spesifik yang harus dilakukan oleh pemerintah pasca kejadian itu, serta pencemaran itu terkait apa.
"Dalam hal ini majelis hakim belum mengetahui konsep gugatan CLS (Citizen Law Suit). Bahwasannya somasi sebatas notifikasi seharusnya yang dipertimbangkan isi gugatan dan petitumnya, tapi ini yang dipertimbangkan somasi yang dikirimkan ke pengadilan," ujar Rulli.
Karena itu, ia mengatakan, bahwa akan mengambil langkah lanjutan dengan melakukan proses banding.
Sebelumnya, gugatan tersebut disampaikan oleh dua orang, yakni Mega Mayang Kencana dan Iskandar Dermawanti yang merasa terganggu dengan banyaknya limbah popok yang dibuang ke Sungai Brantas.